Guru Penggerak adalah harapan bangkitnya kualitas tenaga pendidik untuk masa depan? Iya, begitu targetnya. Perubahan. Perbaikan. Kemajuan. Untuk sektor pendidikan nasional. Dari implementasi kehadiran Guru Penggerak.
Makanya: Guru Penggerak adalah tenaga pendidik yang 'berbeda' kompetensinya dari pengajar 'biasa'.
Guru Penggerak dibentuk menjadi tenaga pendidik yang berkarakter Pancasilais, kreatif, unggul, mandiri, bersemangat, inovatif, menebarkan kebaikan dan punya cara 'istimewa' dalam menyusun pembelajaran. Mudahnya: Guru Penggerak punya nilai tambah kualitas.
Ketika diluncurkan, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Iwan Syahril, menyebutkan, Guru Penggerak akan diprioritaskan menjadi Kepala Sekolah ke depannya. Artinya: nantinya, setiap sekolah dikepalai oleh 'alumnus' Guru Penggerak.
Arah menuju begitu bukan mempolitisasi posisi Kepala Sekolah. Bukan jadi ajang 'bargain position' siapa yang jadi Kepala Sekolah. Kalau ada menganggap begitu, maka sangat keliru berpikirnya. Justru: sudah sangat tepat kelak seluruh sekolah di Indonesia dikepalai oleh 'alumni' Guru Penggerak.
Kan sudah jelas, Guru Penggerak adalah tenaga pendidik yang punya keunggulan lebih. Artinya, kelebihan kualitas yang telah dimiliki Guru Penggerak memang selayaknya diimplementasikan ke sekolahnya. Agar sekolahnya juga berkualitas. Supaya murid-muridnya unggul. Sehingga lembaga pendidikannya hebat dan maju.
Apa masuk akal jika ada seorang Guru yang punya karakter Pancasilais, kreatif, inovatif, bersemangat, mandiri tapi dilarang jadi Kepala Sekolah? Lalu --misalnya-- ada Guru lain yang tak punya kemampuan apa-apa, malah mengepalai sekolah.
Padahal harapan besar --secara rasional-- untuk kemajuan ada di jiwa dan pemikiran Guru Penggerak. Namun dia harus 'dipendam'. Orang waras pasti menaruh harapan besar terhadap kemajuan sekolah pada Guru Penggerak.
Guru Penggerak punya konsep. Mereka adalah tenaga pendidik terlatih dan berkapasitas. Memang sepatutnya merealisasikan pemikiran mereka untuk pembangunan sektor pendidikan.
Bukan mempercayakan kepemimpinan sekolah dan arah akan dituju pada tenaga pendidik tidak visioner. Yang bingung akan membentuk murid dan pembelajarannya seperti apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H