Lihat ke Halaman Asli

Belajar Optimis dari Film Malaikat Kecil

Diperbarui: 12 Oktober 2015   07:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Setelah sekian lama menyaksika Film Indonesia yang beredar, saya kembali merasakan getaran kemampuan kreatifitas anak bangsa melalui "Film Malaikat Kecil". Hari Sabtu kemarin bertempat di XXI Epicentrum Kuningan saya menyaksikan film tersebut.

Satu kalimat untuk menggambarkan film ini yaitu penuh kesederhanaan dan kebenaran. Mungkin ketika menyaksikan kita tidak akan tercengang oleh kemampuan fiksi atau animasi sebuah film, tidak akan berfikir keras mengenai alur cerita yang ditampilkan. Namun disanalah letak keunggulan film ini, sesuai dengan yang saya yakini tentang film bahwa sebaik-baiknya film adalah hiburan dan sejatinya hiburan adalah tuntunan.

Tuntunan menurut saya adalah point penting dalam film ini. Tuntunan tentang cara menjalani hidup, cara menjadi ayah atau suami, cara menjadi ibu atau istri, dan berbagai cara lainnya. Cara yang selama ini mungkin telah ditanamkan oleh orang tua pada anak, oleh guru pada murid dan oleh para ustad terhadap santri. Namun mungkin pesan dan nilai itu berada pada bad sector dalam memori kita. Film ini kembali menghadirkan pesan-pesan tersebut secara visual.

Setidaknya ada beberapa pemaknaan yang saya dapat telan pada film ini. Pertama sebagai ayah, saya dapat merasakan hasrat dan keinginan yang sangat besar untuk membahagiakan keluarga. Berapapun tenaga, pikiran dan keringat yang harus tercurah bukanlah sebuah alasan untuk menurunkan target-target guna membahagiakan keluarga.

Kedua sekuat apapun kerja dan upaya yang kita lakukan didunia ini, maka semua tidak terlepas dari Tuhan punya kuasa. Dalam konteks film Malaikat Kecil digambarkan bagaimana ketika Budi berupaya mengumpulkan uang guna memenuhi janji pada anaknya melalui kerja keras sebagai kuli bangunan, namun hasil kerja itu hilang sekejap jatuh dan tidak ditemukan. Akan tetapi ketika secara tidak sengaja Budi memberi bantuan secara ikhlas kepada orang lain maka rezeki itu datang secara tidak terduga-duga.

Ketiga bahwa emosi, kekecewaan, dan kesedihanpun punya batas. Ada masa dimana kepasrahan dan keikhlasan harus mengambil peran dalam jiwa seseorang. Penggambaran dalam film Malaikat kecil dapat dilihat pada musibah dan derita yang dialami Budi sang suami. Dimulai dari kehilangan anak dan istrinya dan kehilangan uang hasil kerja kerasnya. Namun pada musibah beruntun berikutnya yaitu kehilangan sepeda yang selama ini menemaninya dalam menyusuri ibu kota guna mengais rezeki ada sikap yang berbeda. Budi hanya berkata “sudahlah”, tidak ada sedikitpun tangisan dan emosi yang keluar sebagaimana pada musibah pertama dan kedua. Baginya hidup tetap harus berlanjut, jalani dengan penuh keyakinan dan kepasrahan.

Dibalik beberapa kekurangannya terutama dalam detail cerita dan lain sebagainya, film ini masuk dalam rekomendasi wajib tonton, terutama bersama keluarga. Semoga promosi saya atas film Malaikat Kecil adalah sebuah investasi kebaikan, yang akan kembali dalam bentuk kebaikan lain pada diri saya, sebagaimana yang diajarkan oleh film Malaikat Kecil ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline