Awal Oktober merupakan sebuah peristiwa penting bagi negara yang kita 'klaim sebagai Polisi dunia dan kiblat demokrasi. Peristiwa dengan ditandainya penutupan pemerintahan di Amerika Serikat cukup menyita perhatian dunia. Walau berita ini kalah hebohnya dengan berita Hakim Akil Mukhtar. Kali ini penulis mengajak pembaca dalam merefleksi diri. Sebagai warga negara sudah sepantasnya kita turut berkontribusi dalam membangun peradaban yang adil dan makmur.
Bangkrutnya negeri Paman Sam ini ditandai dengan penutupan kegiatan pemerintahan. Hal ini disebabkan dari hasil rapat yang tak kunjung mendapat keputusan yang memuaskan di parlemen. Baik dari partai Republik(oposisi) atau Demokrat(partai penguasa). Jika kita kaji secara historis,tentu kita pernah mengalami hal serupa dalam bidang konstitusi. Pada tahun 1955 untuk pertama kalinya Indonesia mengadakan Pemilu untuk memilih Dewan Konstituante. Dewan Konstituante ini ditugaskan untuk menyusun Konstitusi Negara Indonesia. Namun selama 4 tahun hingga 1959 terjadi pro kontra antar partai pemenang pemilu 1955. Akhirnya pada 5 Juli 1959 Ir. Soekarno,presiden pada masa itu membubarkan dewan konstituante karena dianggap tidak bisa bekerja dengan baik.
Pengalaman buruk berdemokrasi di Indonesia ternyata kali ini dialami oleh Amerika Serikat. Pada saat itu kita beruntung bahwa Ir. Soekarno memulihkan keadaan dengan cara kembali ke UUD 1945 walau pada saat pidato Maniefasto Politik,beliau mencanangkan progam demokrasi Terpimpin dan terjadi banyak penyimpangan yang memuncak pada G 30S/PKI. Lalu bagaimana dengan Amerika Serikat saat ini? Solusi apakah yang kira-kira mereka lakukan. Akankah Amerika Serikat mengalami kepailtan total? Tidak semudah itu kita menyimpulkan. Amerika Serikat dengan orang-orang terpilih di gedung putih tidak akan diam saja dalam mengatasi masalah ini.
Bahkan berita ini tidak digemborkan hingga berlarut-larut. Bukan seperti Indonesia,berita kecil pun media mainstream memberitakannya dengan melebih-lebihkan. Tugas kita saat ini hanyalah menjadi refleksi,kita sudah cukup mengalami masa lalu yang kelam dalam berdemokrasi. Baik pemberontakan pada era kemerdekaan,tekanan pemerintah di orde baru yang memuncak pada peristiwa semanggi,dan apakah di era reformasi dengan terbukanya arus informasi dan keterbukaan ekonomi kita harus mengalami hal yang sama? Semoga saja tidak,karena di era reformasi ini kita menghadapi masalah yang cukup membuat hati nurani prihatin dengan terbongkarnya kasus korupsi di lembaga eksekutif,yudikatif dan legislatif. Siapa lagi yang harus dipercaya? Begitulah kira-kira kata bang Karni Ilyas.
Satu hal lagi,kali ini hal yang sangat penting dalam memperbaiki negeri ini adalah pembentukan kembali karakter bangsa dengan mengutamakan nilai-nilai kejujuran diri sendiri. Satu kata inilah yang sulit dilakukan oleh bangsa kita 'Jujur'. Semoga saja Indonesia tidak mengalami hal serupa yang ada di negeri Paman Sam. Mari kita berjuang demi Indonesia,demi Ibu Pertiwi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H