Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Komunikasi Antarbudaya dan Representasi Budaya Nasional dalam Film Ranah 3 Warna

Diperbarui: 15 Januari 2024   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Film Ranah 3 Warna karya Guntur Soeharjanto merupakan suatu film yang diadaptasi dari novel karya Ahmad Fuadi yang merupakan novel kedua trilogi Negeri 5 Menara. Berkisah tentang seorang pemuda lulusan pondok yang berasal dari Bukittinggi Sumatera Barat, yang bertekad untuk menggapai cita-cita menuju Amerika dengan melewati berbagai ujian yang menyadarkan dirinya terkait arti sabar yang sesungguhnya.

Bermula ketika seorang pemuda yang berasal dari suku minang bernama Alif Fikri berhasil lolos ujian masuk salah satu perguruan tinggi ternama di Bandung yaitu Universitas Padjadjaran. Memasuki dunia perkuliahan, Alif mendapatkan teman-teman yang berasal dari beberapa daerah yang berbeda, ada Mamat yang berasal dari Sumedang, Rusdi yang berasal dari Ambon, dan Agam yang berasal dari Malang. Dalam Ilmu Komunikasi, fenomena ini dapat dikatakan sebagai fenomena komunikasi antar budaya yang dimana setiap subjek mewakili pribadi, antar pribadi atau kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para subjek. Dikarenakan para subjek yang menjadi tokoh sebagai teman Alif di kampus tidak dapat dipisahkan dari budaya yang telah tertanam dalam dirinya sejak lahir, mulai dari tutur kata atau logat, bahasa, dan perilaku yang menggambarkan ciri khas daripada budaya mereka. Hal ini juga sebagai salah satu fungsi pribadi komunikasi antar budaya yaitu menyatakan identitas sosial. Mengutip tulisan Alo Liliweri dalam bukunya yang berjudul Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, terdapat dua konsep yang membentuk komunikasi antarbudaya yang dimana kedua konsep ini memiliki hubungan yang kompleks diantara keduanya yaitu konsep budaya dan konsep komunikasi. Kedua konsep ini dapat diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, budaya mempengaruhi komunikasi, kemudian komunikasi menentukan, menciptakan, dan memelihara realitas budaya.

Melanjutkan sinopsis, singkat cerita mimpi Alif terwujud berkat karya tulisnya yang cukup terkenal di media massa, namun bukan menuju Amerika, melainkan menuju Kanada yang masih merupakan negara bagian Amerika melalui program pertukaran pelajar antara Indonesia dengan Kanada. Setibanya di Kanada bersama dengan Rusdi dan Raisa serta teman-teman yang lain yang juga merupakan peserta pertukaran pelajar, mereka mendapatkan surat tugas yang harus mereka jalankan hingga program berakhir. Setelah program berakhir, para peserta yang berasal dari Indonesia dan Kanada menghadiri acara Festival Budaya dan Kuliner Indonesia sebagai representasi budaya Indonesia yang didalamnya terdapat pertunjukkan seni budaya Indonesia yang disorot yaitu Tari Piring yang berasal dari Sumatera Barat.

Guna mempertahankan budaya bangsa, representasi menjadi suatu hal yang penting, mengingat budaya selalu dibentuk oleh makna dan bahasa. Dalam hal ini, bahasa merupakan bentuk simbolik atau ekspresif. Mengutip pernyataan dari Stuart Hall seorang pakar kebudayaan dari Inggris, bahwasanya representasi penting sebagai sarana komunikasi komunikasi dan interaksi sosial, bahkan representasi dianggap sebagai kebutuhan dasar komunikasi, yang dimana tanpa representasi ini manusia tidak dapat berinteraksi. Dalam pendapatnya yang terbit pada tahun 1997, Hall juga menjelaskan bahwa representasi dibagi ke dalam tiga bentuk, yaitu representasi reflektif yaitu bahasa atau berbagai simbol yang mencerminkan makna, representasi intensional adalah bagaimana bahasa atau simbol melaksanakan maksud pribadi subjek, lalu ada juga representasi konstruksionis yaitu adalah bagaimana makna dikonstruksi kembali 'dalam' dan 'melalui' bahasa. Dapat dikatakan bahwasanya budaya yang mendominasi dalam film ini adalah budaya Minang, hal ini dapat terlihat jelas dari awal film hingga akhir yang dimana seorang tokoh utama merupakan seorang pemuda yang berasal dari Suku Minang. Tak hanya itu, representasi budaya juga terlihat ketika tokoh Raisa yang bukan berasal dari Minang, sangat tertarik dan mencoba berlatih Tari Piring hingga menampilkan kelihaiannya menari di depan peserta program pertukaran pelajar.

Film inspiratif ini menyajikan suatu representasi budaya serta komunikasi antarbudaya sehingga dapat mudah dipahami oleh penonton terkait budaya mana yang ditonjolkan dalam film ini. Tentu saja, dalam proses penyajian budaya dalam film, terkadang hasilnya tidak bisa sama dengan sesuai realitas yang asli. Berdasarkan hal itu, sebagai representasi budaya, film hanya berperan sebagai realitas tangan kedua yang dapat merepresentasikan budaya melalui bentuk visual.

Daftar Pustaka:

         Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2009)

          Hall, S. (1997). Representation and The Media. Northampton : Media Education Foundation.

          Hall, S. (2005). Culture, Media, Language. Birmingham : CCCS.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline