Lihat ke Halaman Asli

Perlawanan Resiprokal Terhadap Brasil dan Australia

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1424736064313365201

Foto: Istimewa, Gerakan Koin Untuk Australia.

Pemerintah dengan tegas telah melakukan eksekusi hukuman mati terhadap sejumlah warga negara asing (WNA) yang melakukan kejahatan narkoba, sebuah kejahatan yang sangat serius di Indonesia. Semua pengedar WNA yang masuk ke Indonesia menyadari bahwa mereka akan dikenakan hukuman berat sampai hukuman mati apabila tertangkap tangan. Namun tidak semua negara asing yang warganya dikenakan hukuman mati karena narkoba dapat menerima kenyataan ini. Misalnya Brasil dan Australia, kedua negara ini betul-betul tidak bisa menerima warganya yang dikenakan hukuman mati. Tidak seperti pemerintah Vietnam dan Filipina yang bisa memaklumi dikenakannya hukuman mati dan menghargai peraturan hukum bagi siapapun yang terlibat perdagangan narkoba di Indonesia.

Brasil bisa dianggap telah melanggar tata krama diplomasi dengan menunda upacara surat kepercayaan Duta Besar RI Toto Riyanto untuk Brasil yang ditandatangani oleh Presiden RI. Bahkan bisa dikatakan Presiden Brasil telah menghina pemerintah RI dengan menolak surat kepercayaan Dubes Toto yang diundang bersama-sama sejumlah Dubes negara asing lainnya yang diundang untuk menyerahkan surat keperyaan kepada Presiden Brasil. Toto akhirnya hanya berdiri menonton acara penyerahan surat kepercayaan diplomat Venezuela, El Salvador, Panama, Senegal dan Yunani.

Begitu pula Perdana Menteri Australia sangat marah karena dua orang warganya akan dikenakan hukuman mati akibat kejahatan narkoba. Pemerintah Australia menyerukan agar warganya memboikot kunjungannya ke Bali, bahkan mengungkit peran Australia membantu rehab korban Tsunami yang melanda Aceh. Pesannya bisa diartikan, bahwa Indonesia tidak berterima kasih telah dibantu AUS$ 1 juta ketika dilanda Tsunami, bahkan warga Australia kini ada yang akan dihukum mati. Lalu dimana tanda terima kasih Indonesia, kira-kita begitulah pesan yang ingin disampaikan PM Australia Tony Abbott

Dalam hubungan internasional, khususnya hubungan bilateral (diantara dua negara) sebenarnya kita bisa menerapkan asas resiprokal atau timbal balik. Kalau negara A misalnya menghambat ekspor negara B, maka negara B pun dapat membalasnya dengan memghambat ekspor negara A. Itulah yang dikenal sebagai asas resiprokal dalam diplomasi hubungan internasional, khususnya diantara dua negara.

Untuk kasus Brasil misalnya. Kalau Presiden Brasil menolak surat kepercayaan dubes RI untuk Brasil, maka pemerintah RI pun dapat menolak keberadaan dubes Brasil di Indonesia dengan menyuruhnya pulang kembali kenegaranya.  Ini baru hubungan bilateral seimbang atau resiprokal. Dengan disuruh pulangnya dubes Brasil di Indonesia, tentu saja ini akan berdampak negarif terhadap hubungan RI-Brasil. Paling tidak kerjasama RI-Brasil akan tertunda atau dibatalkan karena RI dan Brasil masing-masing tidak memiliki duta besar sebagai perwakilan negaranya masing-masing. Sebagai negara yang berdaulat dan tidak tergantung kepada Brasil semestinya pemerintah bisa mempertimbangkan untuk meminta pemerintah Brasil menarik pulang duta besarnya di Indonesia.

Begitu juga kalau pemerintah Australia memboikot pariwisata datang ke Indonesia, khususnya Bali, maka Indonesia bisa melakukan hal yang sama dengan meminta agar WNI tidak melakukan kunjungan pariwisata termasuk studi ke Australia. Bagaimana kalau Australia mengungkit bantuan sebesar AUS$ 1 juta untuk Indonesia saat bencana tsunami Aceh pada 2004 dengan maksud menekan Indonesia agar tidak mengeksekusi mati dua warganya. Dari asas resiprokal sebenarnya sudah tepat gerakan masyarakat menggalang koin untuk Australia. Syukur-syukur bisa juga didukung oleh pemerintah sehingga dapat terkumpul senilai AUS$ 1 juta dan dikembalikan ke pemerintah Australia. Dengan posisi keuangan sekarang ini, rasanya pemerintah dapat membayar kembali dana bantuan yang pernah diberikan oleh Australia ketika terjadi bencana tsunami di Aceh. Sekarang saja pemerintah cukup dana untuk membangun infrastruktur, bahkan memberikan dana trilyunan kepada BUMN dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) lebih dari 30 trilyun rupiah. Dengan demikian impas bagi kedua negara, tidak ada lagi balas budi. Selanjutnya kalau ada bantuan lagi dari Australia, dengan berat hati Indonesia harus menolaknya agar Australia tidak menagih lagi kelak dikemudian hari. (Website ibnupurna.id; twitter @ibnupurna)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline