Teruntuk engkau, lama tak ada tulisan untukmu. Tak seperti dulu, tahunan lalu. Hampir setiap waktu, selalu ada kata tentangmu. Dan pula ingatan, nyaris aku melupakanmu. Sudah hampir hilang kau ditelan waktu. Apa kabarmu sekarang? Hehehe...basi yah? Jangan tertawa, plisss. Biarlah, aku hanya ingin mengulangi kembali kebiasaan lamaku, sekedar mengalirkan metafora basa-basi menyapamu. Teruntuk malam yang mulai merajuk kelam. Serta bintang yang malu-malu benderang. Akhirnya, aku kembali melihatnya, pada sebuah masa lalu berdebu yang terlanjur berlalu. Aku hampir melupakanmu! Kenapa muncul lagi? Tak ingin yah dilupakan? Sudah mengaku saja, tak usah malu-malu! Hanya kita yang tau. Kamu! Ya kamu! Bahagia kan disitu? Aku tau. Jadi tolong lah, tak perlu kau berjalan-jalan lagi diotakku. Aku sudah punya hari yang indah, walau kamu punya yang lebih dariku. Tak perlu kau beri tahu aku. Aku tak ingin iri denganmu, iri dengan hari-hari bahagiamu, iri dengan hari-hari indahmu. Tak perlu. Ah...entahlah. Yang pasti aku tau engkau sengaja bermain-main diotakku, supaya ada tulisan lagi untukmu. Terima kasih, engkau telah membangunkan imajinasiku. Tapi maaf, ini bukan surat cinta yang sering aku tuliskan dulu. Aku rasa, tak akan ada lagi tulisan untukmu. Sudah cukup disini. Karena kau bukan lagi satu-satunya orang yang kini berlari-lari diotakku. Posisimu mulai tergantikan. Aku yakin itu. Teruntuk cinta, kau tidak marah kan kalau berpindah ke yang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H