Ahmad Dahlan: Pionir Pembaharuan Islam dan Sosial di Indonesia
Oleh: Yanuar Arifin
Ketika Indonesia masih terkungkung dalam bayang-bayang kolonialisme Belanda, tepatnya pada tanggal 1 Agustus 1869, di sebuah perkampungan sederhana bernama Kauman di Yogyakarta, lahirlah seorang bayi laki-laki yang kelak dikenal sebagai KH. Ahmad Dahlan. Ia dilahirkan dari pasangan Siti Aminah dan KH. Abu Bakar, seorang ulama besar dan imam Masjid Besar Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pemberian nama Muhammad Darwis kepada bayi tersebut mencerminkan harapan besar keluarganya akan masa depan keagamaan yang cerah. Menariknya, Ahmad Dahlan diketahui sebagai keturunan ke-11 dari Syekh Maulana Malik Ibrahim, tokoh penting dalam penyebaran Islam di Gresik pada abad ke-15.
Sejak masa kecilnya, Darwis tumbuh dalam lingkungan pesantren yang kental dengan tradisi pendidikan Islam. Ia menimba ilmu dari berbagai ulama ternama di Jawa, termasuk ayahnya sendiri dan sosok-sosok seperti KH. Muhsin, KH. Abdul Hamid, dan KH. Mahfud dari Termas. Kesempatan belajarnya tidak hanya terbatas di tanah air; ketika menimba ilmu di Mekah, ia juga belajar dari ulama Indonesia yang bermukim di sana, seperti Syekh Muhammad Khatib Minangkabau dan Kiai Nawawi Al-Bantani. Pendidikan ini memperkaya wawasannya hingga ia menjadi seorang pemuda yang sholeh, cerdas, dan ahli dalam berbagai disiplin ilmu agama Islam.
Inspirasi Gerakan Tajdid
Ahmad Dahlan adalah sosok pembaharu yang mengambil inspirasi dari gerakan tajdid (pembaharuan) yang tengah menggema di dunia Islam, terutama di Timur Tengah. Ia banyak mempelajari pemikiran tokoh-tokoh seperti Ibn Taimiyah, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Muhammad bin Abdil Wahab melalui karya-karya mereka. Terinspirasi oleh gerakan pembaharuan yang mereka gagas, Ahmad Dahlan membawa semangat pembaharuan ini ke Indonesia melalui Muhammadiyah, sebuah organisasi yang ia dirikan pada 18 November 1912.
Muhammadiyah didirikan dengan tujuan untuk membebaskan umat Islam Indonesia dari kebodohan dan kemiskinan akibat penjajahan Belanda. Selain itu, masyarakat Islam pada masa itu banyak terjebak dalam praktik-praktik yang menjauhi kemurnian ajaran Islam, seperti kesyirikan, bid'ah, dan khurafat. Kondisi ini mendorong Ahmad Dahlan untuk bertindak. Sebagai ulama terkemuka, ia merasa perlu merombak tatanan masyarakat yang menyimpang tersebut.
Dalam salah satu pidatonya yang dihimpun oleh HR. Hadjid, Ahmad Dahlan menekankan pentingnya hidup dengan jiwa sosial, gotong royong, dan pemahaman agama yang baik. Di tengah situasi kolonial yang berhasil memonopoli hampir semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia, ia bercita-cita agar masyarakat tidak lagi terkungkung dalam pemikiran-pemikiran yang sempit dan ketinggalan zaman. Oleh karena itu, Muhammadiyah tidak hanya bergerak dalam bidang keagamaan semata, tetapi juga mencakup berbagai masalah sosial dan pendidikan. Mereka mendirikan lembaga pendidikan, panti asuhan, dan rumah sakit untuk melayani masyarakat.
"KH Ahmad Dahlan adalah pembaharu Islam di Indonesia. Beliau bagaikan obor yang menerangi kegelapan umat Islam di tanah air." (Buya Hamka)
Pengaruh dan Dampak Muhammadiyah
Keberhasilan Muhammadiyah dalam membangun tatanan masyarakat baru membuatnya dianggap sebagai salah satu gerakan pembaharuan paling kuat di Asia Tenggara, bahkan di dunia. Pengaruh Muhammadiyah sangat nyata dalam masyarakat Jawa di Kauman, yang berhasil melepaskan diri dari pengaruh budaya kultural kraton Ngayogyakarta. Ini terlihat dari masyarakat yang menjadi lebih kritis dan modern.
Gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan pada dasarnya adalah sebuah gerakan rasionalisasi. Ia mengarahkan masyarakat untuk berpikir kritis terhadap kepercayaan-kepercayaan lama yang dipengaruhi oleh animisme dan dinamisme. Meskipun awalnya gerakan ini dianggap sebagai ideologi baru, ia terbukti mampu membawa kemajuan dan perbaikan dalam masyarakat.
Relevansi Gerakan Tajdid di Era Modern
Di tengah era modernisme yang bergerak semakin cepat, dengan tantangan globalisasi dan kapitalisme, apa yang dirintis oleh Ahmad Dahlan menjadi teladan yang relevan. Modernisme era sekarang sering kali terkait erat dengan sekularisasi dan kapitalisasi yang didominasi oleh negara-negara super power. Namun, umat Islam Indonesia diharapkan mampu menghadapi tantangan ini dengan pemahaman modernisasi yang dicita-citakan oleh Ahmad Dahlan. Artinya, gerakan modernisasi yang kita lakukan harus dilandasi oleh ketakwaan kepada Tuhan, bukan semata-mata kekuatan ekonomi kapital.