Lihat ke Halaman Asli

Menghadirkan Kembali Gagasan Kuntowijoyo: Islam sebagai Ilmu

Diperbarui: 21 Juni 2024   22:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://static.republika.co.id

Menghadirkan Kembali Gagasan Kuntowijoyo: Islam sebagai Ilmu

Oleh: Yanuar Arifin


Pendahuluan: Islam dalam Wacana Ilmu Pengetahuan

Ide besar Islam sebagai ilmu pertama kali dicetuskan oleh seorang cendekiawan muslim Indonesia, Kuntowijoyo. Konsep ini lahir sebagai respons terhadap gagasan islamisasi ilmu pengetahuan yang diperkenalkan oleh Ismail Raji Al-Faruqi. Jika Al-Faruqi berfokus pada integrasi ilmu dengan konteks keislaman secara reaktif, maka Kuntowijoyo membawa konsep tersebut lebih jauh dengan pendekatan proaktif: menarik realitas teks agama ke dalam konteks kehidupan nyata.

Dalam dunia modern, terutama di tengah dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi, peran agama sering kali hanya ditempatkan dalam ruang normatif yang kaku dan tidak bergerak. Gagasan Kuntowijoyo menawarkan perspektif baru yang lebih progresif, menjadikan Islam bukan hanya sebagai kumpulan norma dan prinsip, tetapi sebagai sistem ilmiah yang dinamis.

Kerangka Konseptual: Mengilmiahkan Islam

Gagasan Kuntowijoyo mengenai Islam sebagai ilmu didasarkan pada tiga sendi utama yang mendukung proses keilmuan ini:

  1. Pengilmuan Islam. Ini adalah proses yang membawa teks Al-Qur'an dan hadits ke dalam konteks sosial dan ekologis manusia. Intinya adalah penerjemahan nilai-nilai agama ke dalam praktik nyata yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

  2. Paradigma Islam. Merupakan hasil dari proses keilmuan tersebut. Ini adalah paradigma baru yang mengintegrasikan agama dan wahyu dengan ilmu-ilmu sekuler, menghasilkan pendekatan yang lebih holistik dalam memahami realitas.

  3. Kesatuan Proses dan Hasil. Islam sebagai ilmu bukan hanya tentang proses pengilmuan, melainkan juga hasil dari proses tersebut. Ini mencakup perkembangan paradigma Islam yang integral dan aplikatif dalam berbagai aspek kehidupan.

Keluar dari Sakralitas yang Kaku

Kuntowijoyo menekankan bahwa mengilmiahkan Islam bukan berarti menghilangkan sisi normatifnya. Islam tetap berisi norma-norma dan prinsip-prinsip kehidupan yang penting. Namun, keluarnya Islam dari wilayah sakral dan mistis berarti bahwa ajaran Islam harus diterjemahkan ke dalam teori-teori ilmiah yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, Islam tidak hanya berdiri sebagai agama yang memberikan pedoman moral, tetapi juga berkontribusi secara aktif dalam pengembangan ilmu sosial yang profetik.

Pendekatan ini memungkinkan lahirnya ilmu-ilmu sosial yang membawa pesan normatif agama secara lebih efektif. Misalnya, konsep keadilan sosial, kesetaraan, dan tanggung jawab sosial dalam Islam dapat dikaji dan diterapkan dalam kerangka keilmuan yang terukur.

Islam sebagai Sistem Ilmiah

Menganggap Islam sebagai ilmu berarti Islam dapat dijadikan sistem ilmiah yang dapat berperan dalam analisis dan penyelesaian masalah-masalah sosial. Ini merupakan langkah penting untuk menghindari isolasi agama dari ruang publik, suatu tren yang sering terjadi di Barat. Di Barat, agama sering kali dipojokkan ke wilayah privat, hanya mempengaruhi moralitas individu tanpa memiliki peran yang signifikan dalam transformasi sosial.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline