Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Menanti Malaikat Kecil

Diperbarui: 10 April 2019   10:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja mulai beranjak menuju peraduannya. Abdullah menikmati senja dari balkon bersama istrinya. Cemilan dan secangkir the hangat menjadi teman saat ia menikmati senja ditemani istri tercinta. Siang tadi, ia baru saja kembali setelah sebulan terpisah karena tempat kerja. Ia rindu menikmati teduhnya senja bersama. 

Sebulan bukan waktu yang singkat baginya bepisah dengan wanita belahan jiwanya. Sebulan terasa berat baginya terpisah jarak dan ruang dengan sang istri yang sedang mengandung anak pertama mereka. Senyum bahagia tersuguh dalam setiap lafas kata yang mereka ucap.

Kebahagiaan Abdullah tak terhingga. Bahagia melepas rindu dengan istri tersinta. Bahagia menanti kelahiran putra pertama mereka. Iya, hasil pemeriksaan USG menyatakan mereka akan dikaruniahi seorang putra. Penambah kesempurnaan keluarga yang diimpikan setiap pasangan. Seorang putra yang kelak menghias hari-harinya dengan keceriaan. Ia tak sabar menanti kelahiran putra tercinta. Kelahiran yang tinggal menghitung hari. Ia pasangan muda yang baru setahun menikah.

Di benaknya terbayang tatkala ia akan menimang pangeran kecilnya nanti. Menatap senyum dari wajah putranya. Mengusap pipinya yang lembut. Menyentuh jemarinya yang mungil. Ia sungguh bahagia. Sembari mengelus perut istrinya ditatapnya wajah sang istri dengan penuh kasih.

"Alhamdullah. Sebentar lagi kita akan menjadi sepasang ayah dan ibu. Terima kasih, umi selalu tegar meski sering abi tinggal. Terima kasih atas perjuangan umi menjaga anak kita." Tutur Abdullah sambil mengecup kening istrinya. Diresapinya dengan penuh cinta.

Hidupnya diliputi kebahagiaan yang sangat.

***

"Aw." Istrinya meringis menarik nafas sembari memegang belakang pinggangnya.

"Umi kenapa?" Sigap ia rangkul istrinya yang meringis menahan sakit. Khayalnya buyar. Diusapnya kening istrinya yang dibasahi peluh dengan penuh cemas.

"Sakit? Perut umi sakit?" Wajah Abdullah terlihat cemas menatap istrinya yang meringis. Seolah ia tahu istrinya menahan sakit yang sangat.

Istrinya hanya mengangguk sambil menarik nafas. Kedua tangannya diletakkan dipinggang. Abdullah mulai cemas. Ia khawatir dengan keadaan istrinya. Ia ingat, prediksi kelahiran anaknya masih satu pecan lagi. Itu ia dengar dari istrinya dua hari lalu saat ia menelepon ke rumah. Saat itu istrinya baru saja selesai konsultasi dengan dokter kandungannya. Dokter Elis yang selalu ramah menerima mereka saat konsultasi. Ia takut kalau-kalau terjadi sesuatu yang tidak baik pada istrinya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline