Lihat ke Halaman Asli

Ibnu Azka

Aktivis dan Mahasiswa Pascasarjana UIN SUNAN KALIJAGA

Polemik Israel-Palestina: Sepak Bola yang Terpolitisasi

Diperbarui: 3 April 2023   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Konflik Palestina dan Israel sampai hari ini tak berkesudahan, sepanjang sejarah tidak dapat terhitung berapa nyawa yang berguguran akibat serangan Zionis Israel kepada rakyat Palestina, tak hanya nyawa gedung pun ikut hancur berantah. Konflik tersebut memicu reaksi publik Internasional untuk mengecam tindakan yang dilakukan oleh Israel, kendati demikian Israel justru tetap melancarkan aksi penyerangan kepada Palestina. Lantas, apa sebenarnya yang melatarbelakangi konflik tersebut, sehingga Israel dan Palestina terlibat konflik yang tak berujung.

Ada beberapa alasan yang menjadi dasar konflik panjang antara Israel dan Palestina. Secara umum, konflik tersebut akibat dari perebutan wilayah yang dilakukan Israel di wilayah Yerusalem Timur, hal tersebut menjadi pemicu konflik karena adanya saling klaim wilayah dan terjadilah perang. Selain itu, pemberian rumah bagi Yahudi yang dilakukan Inggris juga turut memanaskan situasi, Inggris yang merebut wilayah Palestina dari kekuasaan Kesultanan Ustmaniyyah yang kalah dalam perang dunia I dan mendirikan rumah Nasionalis untuk kaum Yahudi pada saat itu. Sedangkan Tentara Israel terus melancarkan aksinya dengan menangkap, memerkosa perempuan Muslim, mengebom rumah, menyiksa balita dan anak kecil, sampai menganiaya orang tua. Hal tersebut bukan sesuatu yang baru, melainkan sudah terjadi sejak lama dalam kurun waktu 60 tahun dan sampai saat ini masih terus berlanjut, Israel yang terus menyerang, dan Palestina yang terus berguguran (Baca Palestina : Intifadhah dan Muslihat Israel). Jika membayangkan konflik yang terjadi, maka kita akan benar-benar merasakan betapa bengisnya tentara Israel yang menyiksa, meneror sampai membabi buta untuk membunuh,  teriakan-teriakan sedih dan amarah rakyat Palestina sampai di telinga Muslim di seluruh dunia termaksud Indonesia, kekejaman yang dilakukan Israel tersebutlah yang menjadi dasar penolakan Bung Karno sejak dulu terhadap Israel. Lantas, apa hubungannya sepak bola dengan penolakan Israel di Piala Dunia U-20 di Indonesia ?

Sepak Bola Yang Terpolitisasi

            Lolosnya Timnas Israel ke Piala Dunia U-20 menjadi polemik di Indonesia, sampai saat ini isu tersebut terus bergulir, jauh sebelum penolakan yang dilakukan pejabat daerah, Partai Politik, sampai Ormas dan lembaga tertentu, Bung Karno pernah menolak Israel untuk bertanding melawan Indonesia, hal tersebut terjadi pada tahun 1958 di Swedia. Penolakan tersebut bagian dari komitmen untuk tidak mendukung penjajahan dan membela hak bangsa yang tertindas, itulah yang termaktub dalam pembukaan UUD. Tak hanya itu, Indonesia juga pernah menolak Israel pada ajang Asian Games tahun 1962 dan menolak Israel pada acara Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955. Penolakan tersebut juga di dukung oleh Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 3 tahun 2019, tentang panduan umum hubungan luar negeri oleh Pemerintah Daerah. Dalam Permenlu tersebut dijelaskan secara jelas dan tegas pada point B bahwa " Tidak menerima delegasi Israel secara resmi dan di tempat resmi". Artinya, jika Indonesia sebagai tuan rumah dan mengikutsertakan Israel yang lolos kualifikasi, ini akan melanggar komitmen tersebut sebagaimana yang termaktub dalam UUD 1945 dan Permenlu. Lalu, apa hubungannya dengan politik ? ramai perbincangan mengenai narasi "jangan campur politik dengan sepak bola" hal tersebut memantik reaksi publik ketika Gubernur Bali I Wayan Koster dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyatakan sikap penolakan terhadap keikutsertaan Israel pada ajang bergengsi Piala Dunia U-20 nantinya di Indonesia. Menurut penulis, apa yang disampaikan tidak melanggar konstitusi, hal tersebut sejalan dengan amanat UUD 1945 sebagaimana yang dijelaskan di atas, sehingga kami beranggapan bahwa orang-orang yang mengatakan mencampuradukkan politik dan bola itu tidak memahami secara mendasar historis penolakan tersebut. Selain itu, jika di analisis lebih jauh apa yang disampaikan para politisi tersebut tidak mewakili suara rakyat Indonesia dan tidak ada otoritas untuk menolak kedatangan Timnas Israel, apalagi Presiden Jokowi Dodo sudah menanggapi perdebatan tersebut, bahwa jika tetap dilaksanakan di Indonesia, jaminan keamanan akan diberikan. Tetapi, nyatanya FIFA tetap bersikukuh untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah di Piala Dunia tersebut.

            Jadi, benarkah sepak bola Indonesia terpolitisasi ataukah hal tersebut hanya menjadi momentum FIFA beralasan untuk menutupi ketakutannya akan terjadinya kanjuruhan part II jika tetap memaksakan keikutsertaan Tim Israel. Jika benar demikian, berarti Standar keamanan dan keselamatanlah yang menjadi pertimbangan utama FIFA bukan pernyataan dari kelompok tertentu sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua PSSI Erick Thohir. Oleh sebabnya, penulis beranggapan bahwa perlu melakukan evaluasi secara serius dan bertahap, demi terwujudnya sepak bola Indonesia yang lebih baik dan Indonesia bisa berlaga di Piala Dunia melalui jalur kualifikasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline