Lihat ke Halaman Asli

Ibnu Azka

Aktivis dan Mahasiswa Pascasarjana UIN SUNAN KALIJAGA

Berpuasa Tapi Sia-Sia

Diperbarui: 24 Maret 2023   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Semarak bulan ramadhan 1444 Hijriah, kini kembali menyapa seluruh Umat Muslim yang beriman di Dunia, bulan ramadhan menjadi momentum yang sangat ditunggu-tunggu setiap tahunnya, karena menjadi wadah untuk merefleksikan diri sekaligus mengevaluasi atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan di 11 bulan lainnya, kendati sering terjadi perbedaan penetapan awal puasa antar Ormas Islam di Indonesia, semangat menyambutnya tetap meriah dan penuh suka cita.

Sebagai bulan yang selalu di nantikan, banyak umat Muslim yang menjadikan bulan ramadhan sebagai Gold Month (Bulan Emas), istilah tersebut menjadi prinsip beribadah umat muslim di Indonesia yang menganggap bahwa bulan ramadhan sebagai bulan untuk mendulang pahala sebanyak-banyaknya. 

Spirit untuk mendulang pahala selalu di kaitkan kepada sesuatu yang transendesial, karena menganggap bahwa ibadah-ibadah yang dilakukan akan mendapatkan bunga pahala yang tumbuh mekar dari sang pencipta, sejalan dengan spirit beribadah yang terfokus pada transendensial, banyak umat muslim lupa bahwa sejatinya spirit tersebut harus sejalan dengan nilai-nilai sosial, yang selalu luput dalam radar keimanan umat muslim, kebanyakan muslim masih terfokus pada ibadah-ibadah yang individualistik saja, namun sangat jarang melibatkan orang lain untuk sama-sama mendulang pahala. 

Selain karena doktrin akan berburu pahala demi ampunan sang pencipta, muslim kebanyakan berfikir akan dihapus segala dosanya yang telah lalu, sebagaimana hadis yang selalu di lontarkan para muballig di masjid pada saat ceramah tarwih. 

Sebenarnya, tidak ada masalah jika berharap dosa akan di hapuskan, namun jangan lupa bahwa hadist tersebut memiliki makna bagi orang yang benar-benar bertaubat dan beribadah semata-mata mengharap ridho sang pencipta, bukan berarti bulan lalu anda seenaknya berbuat maksiat, lantas bulan ramadhan hanya dijadikan tempat pencuci dosa, pemahaman tersebutlah yang selalu menjebak cara berfikir umat muslim kebanyakan.

Akhirnya, banyak dari mereka yang selepas bulan ramadhan kembali ke laptop alias tetap melaksanakan maksiat yang terus berulang tanpa disadari. Selain itu, banyak juga umat muslim yang ingkar terhadap komitmen untuk senantiasa menjadikan puasa di bulan ramadhan berkualitas. 

Kualitas berpuasa seseorang tidak hanya di ukur oleh entitas lapar dan menahan haus, tetapi bagaimana seorang muslim mampu mengontrol diri sebaik mungkin, agar bulan ramadhan tidak hanya sebatas pengertian menahan lapar dan haus mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnnya matahari.

Ada beberapa habitus umat muslim yang secara tidak sadar membuat puasa menjadi sia-sia, di antaranya. 

Pertama, Selepas sahur melanjutkan tidur dan tidak beribadah utamanya shalat subuh di masjid secara jamaah sampai pada melewatkan waktu shalat lainnya karena kelamaan tidur dan bangun menjelang berbuka. 

Kedua, Ghibah atau menceritakan kejelekan orang lain, hal ini selalu luput dari kesadaran umat muslim untuk senantiasa menjaga lidahnya untuk tidak menceritakan kejelekan orang lain. 

Ketiga, Memainkan gawainya sepanjang hari hanya untuk menghibur diri dari penatnya berpuasa. Keempat, serangkaian maksiat lainnya seperti berbohong, berkata kotor dan menonton hal-hal yang dapat mengurangi kualitas puasa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline