Diulurnya tangan seperti biasa. Ini kali ke entah ia lakukan. Dan kali pertama aku menyambutnya. Kami berjabat tangan. "Derita," senyumnya cerah.
Kami mulai bercerita. Tentang apa saja. Terasa sangat akrab. Seperti dua karib, galib. Bersama-sama kemana-mana.
Lelah cerita kami pun bernyanyi. Seirama angin dan burung berkicau. Desir ombak di raga pasir.
Kami berlari. Memecah buih. Mengejar ombak pulang ke ibu laut. "Kejarlah sejauh kau sampai," jeritnya. "Lenyapkan segala nyeri yang mengantarmu kemari."
"Lihat di sana," tunjuknya pada seseorang di punggung karang. Kedua kakinya menekuk. Dadanya merapat paha. Dagu menindih lutut. Dan tangan melingkar di tengkuk. "Dia temanku. Orang-orang menyangka aku musuhnya. Namanya Bahagia."
"Lihatlah," tunjuknya sekali lagi. "Begitu sepi kala sendiri."
rumahkata, 280512
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H