Oleh: Ibrahim Barsilai Jami
(Tulisan ini telah dimuat di Radar Sulbar, 24 Juli 2018)
Anak adalah anugerah yang dititipkan oleh Sang Pencipta kepada setiap orang tua untuk dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang. Seorang anak juga, layaknya orang dewasa, berhak untuk menentukan nasibnya sendiri ketika ia bertumbuh dewasa nanti.
Anak-anak yang lahir dan tumbuh dalam perhatian dan kasih sayang yang penuh dari orang tua akan menjadi anak anak yang termotivasi dan bersemangat untuk meraih mimpi dan cita-citanya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa seorang anak juga memiliki naluri gender manusiawi sebagai seorang laki-laki dan perempuan, memiliki ketertarikan pada lawan jenis seturut dengan usia perkembangannya.
Rasa sayang dan suka pada lawan jenis inilah yang kadang membuat seorang anak tidak bisa mengontrol dirinya untuk mengekspresikan perasaan suka dan cintanya pada seseorang. Rasa suka dan cinta yang terumbar melampaui kontrol diri dan emosi yang wajar dapat menyebabkan seorang anak terjebak dalam situasi yang bisa saja membuat kandas seluruh mimpi dan cita-citanya di masana depan. Seperti contoh berikut ini:
Pada akhir tahun 2017 yang lalu, warga Sulawesi Barat, dihebohkan dengan pernikahan pasangan anak usia dini yang bernama Arling dan Andini, yang berlangsung pada hari Minggu 26 November 2017. Arling adalah warga Banua Baru, kecamatan Wonomulio sedangkan Andini adalah warga Lampa. Kedua pasangan muda ini masih tercatat sebagai siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X (sepuluh) di Kabupaten Polewali Mandar.
Acara pernikahan tersebut berlangsung di Lampa, Kecamatan Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat. Meski masih dibawah umur, keduanya nampak bahagia melangsungkan acara pernikahan tersebut. Itu adalah satu contoh dari puluhan kasus pernikahan anak usia dini yang terjadi di Provinsi Sulawesi Barat.
Dalam kunjungannya ke Sulawesi Barat beberapa waktu lalu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Republik Indonesia (RI), Yohana Yombise, mengatakan hingga saat ini Provinsi Sulawesi Barat masih menempati urutan pertama kasus pernikahan dini di Indonesia.
Hal itu disampaikan Menteri Yohana, dalam sambutannya di acara kampanye pencegahan pernikahan anak usia dini di Sulawesi Barat, di halaman rumah jabatan (Rujab) Wakil Bupati Mamuju, Jl. Ahmad Kirang, Kelurahan Binanga, Kecamatan Mamuju, Kamis (12/4/2018)
"Dilihat secara global satu dari tiga penduduk Indonesia adalah anak atau terdapat 87 juta penduduk Indonesia yang harus mendapatkan pemenuhan hak dan perlindungan khusus dari tindak kekerasan, diskriminasi termasuk tindakan perkawinan dini," kata Yohana.
Yohana mengatakan, Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama dengan Badan Dunia untuk Anak-anak (UNICEF) merilis data perkawinan usia anak pertama kali. Pada laporan tersebut angka perkawinan usia anak atau perkawinan di bawah umur 18 tahun di Indonesia tergolong tinggi atau mencapai 23 persen.