Lihat ke Halaman Asli

Gurun Piatu

Diperbarui: 2 Januari 2017   07:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Anak itu sering meneguk tajin, yang airnya mengucur deras dari tempayan.

Sambil memutar-mutar siaran radio yang menggantung di pundak kekanak-kanakannya

Hari demi hari, tualang meringkus kemuraman dalam kerumunan
Dimana saja, ditanamnya pasak-pasak penantian

Minggu demi minggu, haus nasibnya kian merongrong di gurun piatu
Tapi takdir tak menunggu
Kegersangan hidup tak dibiarkan mengeringkan segala miliknya : baju, celana, ketabahan, kekuatan dan tuhan.

Bulan demi bulan, ia menghitung jumlah tangisannya
Kemudian memasukkan air matanya ke dalam celana
Lalu luka ditentengnya ke matahari, agar tak berair lagi

Tahun demi tahun, ia berusaha memulangkan kesedihanya ; mencatat kisah yang berlembah-lembah diatas tiras
Merangkum segala yang ditempa oleh hujan dan panas
Hingga akhirnya, bianglala pun membusur di atas kepalanya

2016

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline