Lihat ke Halaman Asli

Ngobrol Sama Tukang Tambal Ban

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepulang kerja, setelah melepas lelah, aku memanasi (mesin) mobil. Sambil menunggu mesin cukup panas, aku lap sana sini. Ya maklumlah, setelah sekian lama pingin punya mobil, baru tahun ini kesampaian, jadi masih sayang. Sampai di bagian bawah, aku lihat banku lumayan kehilangan angin. Wah, ini harus ditambalkan supaya kalau aku pakai tidak menjadi masalah. Demikian pikirku.

Setelah mandi, aku bawa mobilku ke tukang tambal ban. Lumayan jauh jaraknya dari rumahku. dua kiloan kira - kira. Sampai di tempat, rupanya harus antri satu, karena ada sepeda motor yang ban dalamnya masih di bakar bagian yang bocor. Setelah menunggu sekira 10 menit  tibalah giliran mobilku.

Di sebelah tempat tambal ban ada sebuah warung yang menjual nasi bungkus, gorengan dan lain sebagainya. Warung itu diterangi lampu kecil saja sehingga tidak cukup terang. Tapi mataku dengan terang bisa melihat ada dua orang wanita yang menjadi pembelinya, mereka bercengkerama dengan dua orang pria dengan usia yang lebih tua dari mereka. Lalu sambil menunggu banku diproses  sama pak Met, pak tukang tambal ban, aku iseng tanya ke pak Met, siapa wanita di warung itu. Apakah pacar dari pria-pria itu, atau orang kost yang mungkin cari makan ataupun minum. Jawaban yang cukup mengejutkan aku dapatkan dari pak Met, " Mereka cewek-cewek nakal mas, suka nemeni karaoke di atas sana", kata pak Met. "O ya", kataku dengan terkejut, "Mereka padahal cukup cantik dan sepertinya bukan cewek-cewek yang nakal". "Memang mas, tapi mereka bisa kok diajak juga setelah karaokean", sahut pak Met. Dengan iseng lagi aku timpali "Berapa tarifnya pak semalam?". " Ya, tergantung mas, tergantung pembicaraan awal, kalau pas cocok malah tidak bayar".

Pembicaraan terhenti ketika pak Met mencabut paku yang menempel di ban luarku. Pak Met dengan trampil memasangnya di mobilku lagi. Selesai, aku membayar Rp 10.000,- . Sambil pulang masih terngiang pembicaraanku dengan pak Met. Inilah realita hidup. Harga diri tidak terlalu utama dibanding uang dan kesenangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline