Lihat ke Halaman Asli

Bagaimana Rasanya Menjadi Lelaki?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya lelaki yang sepenuhnya ...

Lelaki yang memiliki jiwa laki-laki

Lelaki yang menjadi seorang pelindung

Bukan lelaki yang terjebak dalam Jiwa Perempuan.



Pandanganku kosong menatap keluar jendela mushalla yang berada di samping kantorku.

Aku membayangkan sosok anak yang amat aku cintai, sebut saja namanya Dewa.

Ya Dewa, Dewa adalah sosok anak laki-laki mandiri, yang gagah, smart dan sederhana.

Sosok anak laki-laki muda yang beranjak menjadi dewasa, suaranya berat layaknya laki-laki pada umumnya. Aku memandangi photonya melalui smartphone yang aku pegang. Ia berdiri menantang alam, dengan gagah. Keindahan tiada tara yang diciptakan Tuhan.

Mataku berkaca-kaca, seandainya hidup aku seperti dia, pasti hidup ini sangat bahagia. Pikirku dalam-dalam. Ya Bahagia, menjadi laki-laki normal, tampan, gagah, yang pastinya disukai oleh banyak wanita.

Aku berpikir, apakah semua laki-laki melalui proses seperti ini untuk menjadi laki-laki sejati ?

Jika tidak, mengapa aku mengalaminya ?

Air mataku kian menderas, aku semakin larut, dengan gemas aku mencium photo dewa yang terpampang dalam layar smartphoneku dalam-dalam, seolah-olah Ia nyata. Aku merindukannya.

Ya, belakangan ini aku dekat dengan Dewa, anak laki-laki yang amat aku sayangi. Aku berupaya mati-matian agar tidak melukai hatinya. Aku mati-matian menahan segala perasaan saat berjumpa dengannya. Aku telah memberi tahu segalanya tentang hidupku. Dewa adalah sosok anak laki-laki mandiri yang tidak sombong, Ia bahkan mau mengajariku sebagai lelaki layaknya dirinya. Dia tau kalau aku sangat mencintai dan menyayanginya. Dia hanya minta agar aku tidak mencium dan memeluknya saat bertemu.

Suatu malam, dihari yang berbeda, saat mendung menggelayut diangkasa.

Aku memaksakan diri untuk mendatangi Kiayi didaerah tempat aku tinggal

Aku bercerita segalanya. Lagi-lagi jawabannya adalah. Dekatkanlah dirimu kepada Allah.

Ya akhirnya aku menemukan jawabannya. Aku berupaya dengan keras untuk selalu beribadah dan selalu ingat akan kematian dan siksa Allah. Yang kemudian ini nyata dapat menghentikan pemikiran kotorku.

Sedikit banyak akhirnya aku dapat menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan maksiat.

Tetapi, mengapa perasaan menyukai sesama lelaki ini tidak hilang juga ?

Aku merintih lagi, mengaduh, menahan sakit tiada tara.

Aku temukan kembali jawabannya.

Setiap orang beragama, baik laki-laki, perempuan, dari berbagai orientasi seks yang berbeda, apabila melaksanakan ibadah dengan benar, pastinya Ia akan sedikit banyak dapat menahan hawa nafsu dan menjauhi perbuatan maksiat. Itu saja. Tetapi soal RASA & PERASAAN ternyata itu berbeda.

Seperti layaknya Lelaki Normal yang menyukai Perempuan, dapatkah Rasa & Perasaan itu dihilangkan ?

Tetapi urusan maksiat, semua orang telah diberi petunjuk cara menghindarinya.

Aku dapat menghindari perbuatannya, tetapi tidak dapat menghilangkan Rasanya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline