Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Aku Menjadi Gay?

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini bukan pilihan & ini bukan tujuan hidup.

Rasanya hampa dalam dada, sesak, sakit yang teramat dalam.

Suatu ketika aku melihat seorang anak laki-laki kecil berusia 5 tahun, berjalan dan berbicara seperti layaknya anak perempuan. Dia sedang asik bermain bersama teman-teman kecilnya yang semuanya perempuan. Aku termenung, terbayang seperti masa kecilku.

Kala itu pagi buta, aku melarikan diri dari kantor swasta dimana aku bekerja, dengan menumpang pesawat dari pekanbaru ke jakarta, aku sampai di rumah kakaku di banten tepat jam 10.30 wib. Pagi itu kakaku merasa keheranan, ia langsung mencium dan memeluku erat. Beberapa saat kemudian, kami menangis.

“ Kenapa kamu pulang tiba-tiba seperti ini, tidak ngasih kabar duluan ? “ Kakaku memulai percakapan.

“ Aku melarikan diri dari kantor mbak ”. Jawabku singkat.

“ Lhoh, kenapa ? ada masalah apa? “

Aku tidak dapat berkata-kata lagi. Air mataku tumpah kala itu.

Sesaat kemudian, aku menceritakan seluruh rangkaian hidupku, tanpa aku tutupin sedikitpun.

Selama ini aku menyembunyikan diriku dari khalayak ramai, hingga hari ini aku sudah tidak kuat menahan diri Mbak. Selama ini aku menyiksa bathinku sendiri manakala rasa sukaku muncul. Sekalipun ditengah usahaku untuk menahan diri, kadang aku merasa putus asa dan melakukan hubungan terlarang.

Lalu aku bertanya, Mengapa Aku Menjadi Gay Mbak?

Kakaku menjawab “ mungkin karena selama ini kamu dibesarkan dilingkungan yang semuanya adalah perempuan dan tidak ada sosok laki-laki satupun saat itu. Bapakmu sudah tidak ada sejak kamu lahir, yang ada hanya Mbak, Mamak & Tante. Sekalipun Mamak sudah menikah lagi, tetapi sosok bapak tiri kita layaknya seperti dalam cerita. Kejam dan tidak bermartabat “ . kata-kata kakaku sama persis seperti jawaban psikolog yang pernah aku kunjungi.

Tetapi sejak kecil gayaku sudah feminim Mbak, buktinya teman-teman SD dulu selalu ngeledekin aku, dibilangnya aku Banci. Bahkan hingga aku tamat SMP.

Kakaku terdiam, dan hanya menghela nafas panjang, lalu memelukku erat.

Selama ini aku selalu mencari sosok lelaki kuat yang aku jadikan panutan dan guru, agar aku bisa sembuh, agar aku bisa normal layaknya lelaki sejati. Sudah ada 3 (tiga) anak lelaki yang aku cintai dan sayangi dari waktu kewaktu, yang kemudian aku jadikan panutan. Aku bercerita jujur kepada mereka.

Ketiganya bahkan sudah memberikan efek baik kepadaku. Yang dulunya gaya bicaraku seperti perempuan lambat laun sudah bisa berkurang. Yang dulunya gaya berjalanku feminim, sekrang sudah kelihatan lebih macho. Yang dulunya hobiku seperti hobi kebanyakan perempuan, sekarang mulai mengarah ke hobi laki-laki, seperti contohnya mendengarkan musik, yang dulunya suka lagu-lagu cewek, sekarang lebih suka mendengarkan lagu-lagu cowok yang agak keras.

Aku sudah berupaya sekeras itu. Mungkin soal menahan nafsu sedikit demi sedikit bisa ditahan, tetapi Perasaan suka dengan lelaki masih sulit untuk dihilangkan. Aku sama sekali tidak memiliki rasa nafsu dengan perempuan Mbak.

Aku bahkan sudah bertemu dan mengadu kepada 3 ulama besar saat aku sekolah SMA di pondok pesantren dulu. Jawaban mereka selalu sama. Dekatkan diri kepada Allah. Itu saja.

Aku selalu berusaha terus beribadah, ibadah itu hanya dapat menghentikan diri dari perbuatan maksiat. Yang jadi masalah sekarang adalah soal rasa Mbak, rasa. Perasaan .. ! “ aku mengulang-ulang kata Rasa dengan tekanan suara yang lebih kuat.

Aku tidak mau disebut sebagai kaumnya nabi Luth Mbak. Kaum nabi Luth itu adalah lelaki-lelaki kuat yang profesinya sebagai perampok, begal dan pembunuh. Yang sengaja melakukan sodomi dengan sesama lelaki. Aku diciptakan Allah dalam keadaan lemah gemulai, jangankan merampok apalagi membunuh, melihat darah binatang saja aku ngeri.

“ Kamu kan pandai internetan, katanya di internet itu bisa lihat video-video dewasa, kalau kamu liat video perempuan telanjang gitu, apa kamu gak bisa tegang juga “. Saat itu tangisku terhenti dan aku tertawa.

“ Mbak, kok Mbak sarannya kayak gitu, sama kayak saran temen-temenku yang sudah tau tentang aku. Gila. Yang ada aku malah jijik Mbak, kalau ngeliat perempuan telanjang “. Jawabku setengah teriak.

Sesaat kemudian suasana hening, kami terdiam cukup lama.

“ Masih ingat gak, dulu waktu kecil, kita tinggal berdua dirumah, pulang sekolah tidak ada makanan, lalu kita nyari-nyari uang recehan, dan ketemu uang logam sebanyak Rp. 250,-, kamu belikan mie instan dapat 2 bungkus, lalu kita makan sama-sama. Dan hanya mie instan itu yang mengisi perut kita sepanjang hari hingga esok siangnya lagi “? Kakaku membuka percakapan dengan penuh derai air mata.

Aku cuman mengangguk sesenggukan.

“ Dan ternyata sekarang, derita itu belum berakhir. Kamu hidup dalam kondisi seperti ini. Mbak sudah menduga selama ini tentang dirimu, tetapi Mbak tidak berani untuk menanyakan langsung kepadamu, hingga hari ini kamu pulang jauh-jauh dari pekanbaru untuk membuat pengakuan ini.

Kini satu tahun lebih sudah semenjak aku membuat pengakuan terhadap kakaku dan juga pimpinan perusahaanku. Kedua pihak tetap menerimaku sebagai adik dan perusahaanku tetap menerimaku sebagai karyawannya. Tentunya aku merasa lebih tenang, apalagi pimpinanku selalu memberikan pengawasan yang cukup baik agar aku tidak terjerumus dan putus asa seperti kebanyak Gay umumnya yang justru terjerumus dengan dunia malam dan pergaulan bebas.

Namun kini, di usiaku yang ke-34, hadirlah anak lelaki yang sangat aku cintai. Hatiku terkoyak lagi. Mati-matian aku menahan diri. Aku mencintainya, dan aku tidak ingin melukainya. Ada rasa yang sangat mendalam yang sulit aku ungkapkan. Anak ini bahkan telah mengajariku banyak hal, agar aku berubah menjadi sosok lelaki sejati. Dia merupakan keindahan tiada tara yang ada saat ini dimataku. Tetapi aku berusaha menghormatinya.

Sadar semua itu ujian. Itu hanya keindahan semata. Tidak pantas berharap dan membangga-banggakan Ciptaan, karena ciptaan sifatnya akan menghancurkan. Karena Allah yang menciptakan manusia, aku yakin Allah tidak akan menghancurkan aku. Jika sakit adalah proses peleburan Dosa, maka aku rela sebelum ajalku tiba Allah memberikan sakit kepadaku, agar Dosa-dosaku terhapuskan. De.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline