Lihat ke Halaman Asli

Miris, Uji Kompetensi Tetap Dilaksanakan Meskipun UU Keperawatan Belum Disahkan

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh    : Nurdiansyah, S.Kep.*

Uji kompetensi bagi perawat lulusan Ners maupun diploma keperawatan diwajibkan mengikuti uji kompetensi nasional untuk perawat. Peraturan ini dibuat sepihak oleh direktorat pendidikan tinggi (Dikti) kementrian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) melalui surat edaran DIKTI no. 704/E.E3/DT/2013. Surat edaran tersebut berisi tentang uji kompetensi bagi calon lulusan pendidikan tinggi bidang kebidanan dan keperawatan. Surat tersebut menerangkan bahwa uji kompetensi diberlakukan bagi lulusan diploma keperawatan maupun Ners yang belum menyelesaikan studi pendidikan tertanggal 01 Agustus 2013. Uji kompetensi pertama kali telah dilakukan bulan oktober 2013 untuk lulusan diploma dan bulan november 2013 untuk Ners. Hal ini sangat disayangkan, surat edaran dari Dikti tersebut tidak tercantum perihal hukum penyelenggaraan uji kompetensi.

Penyelenggaran Uji kompetensi untuk kedua berdasarkan surat edaran tersebut dilaksanakan bulan Maret 2014. Namun penyelenggaran uji kompetensi kedua pada bulan Maret gagal dilaksanakan karena ada gugatan dari pihak tertentu terkait dengan legalitas penyelenggaran uji kompetensi yang tertuang pada surat edaran itu.

Pada tanggal 21 April 2014 Dikti mengeluarkan surat dengan nomor edaran kedua no. 370/E.E3/DT/2014 yang berisi tentang Uji Kompetensi bagi Calon Lulusan Program Studi D III Kebidanan, D III Keperawatan dan Ners Tahun 2014. Rincian isi surat edaran tersebut yaitu permintaan maaf terhadap penundaan uji kompetensi dengan alasan proses pengesahan aspek legal. Kemudian memberikan pernyataan penyelenggaraan  uji kompetensi ini didasari undang-undang (UU) no. 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi pasal 44.

Bunyi pasal 44 UU no.12 tahun 2012 yaitu: (1) Sertifikat kompetensi merupakan pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program studinya. (2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Perguruan Tinggi bekerjasama dengan organisasi profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi kepada lulusan yang lulus uji kompetensi. (3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan tertentu. (4) Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara Pendidikan Tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan sertifikat kompetensi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikat kompetensi diatur dalam Peraturan Menteri.

Sedangkan jika kita lihat pada rancangan undang-undang keperawatan (RUUK) pasal 1 pada ayat 10 berbunyi Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

Kemudian pada pasal 28 berbunyi(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang diterbitkan Konsil melalui mekanisme uji kompetensi oleh konsil. (2) Surat Tanda Registrasi Perawat berlaku sebagai surat izin praktik bagi perawat yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan (3) Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) wajib dimiliki oleh perawat yang melakukan praktik mandiri. (4) Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) terdiri atas 2 (dua)kategori: a. untuk perawat vokasional yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat berhak mendapat sebutan perawat vokasi lisensi (PVL) b. untuk perawat profesional yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat berhak mendapat sebutan dengan Ners Registrasi (NR) (5) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memiliki sertifikat lulus uji kompetensi.

Kita lihat peraturan menteri kesehatan (PMK) karena RUUK belum disahkan, yaitu PMK Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Registrasi Tenaga Kesehatan pasal 1 ayat 3-6 ”Uji Kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi. Sertifikat Kompetensi adalah pengakuan kompetensi atas prestasi lulusan yang sesuai dengan keahlian dalam cabang ilmunya dan/atau memiliki prestasi di luar program studinya. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi”.

Kemudian pada pasal 2 berbunyi (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki izin dari Pemerintah. (2) Untuk memperoleh izin dari Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan STR. (3) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional. (4) Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Tenaga Kesehatan harus memiliki Sertifikat Kompetensi.

Jika melihat ayat tiga (3) UU no. 12 tahun 2012 sertifikat kompetensi dapat digunakan untuk memperoleh pekerjaan tertentu agak sedikit bertentangan dengan penjelasan fungsi sertifikat kompetensi di PMK  nomor 46 tahun 2013 dan RUUK. Dalam PMK, sertifikat kompetensi perawat dikeluarkan oleh MTKI. Sertifikat kompetensi untuk perawat bukan syarat utama untuk melakukan praktik keperawatan atau bekerja. Syarat utama seorang perawat dapat  melakukan pekerjaan di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan adalah adanya Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh MTKI dan pada RUUK diterbitkan oleh konsil keperawatan. Sehingga pemahaman terhadap “Sertifikat Kompetensi” di Pasal 44 adalah bagi profesi lain di luar keperawatan atau lebih tepat jika ditujukan kepada pendidikan vokasi/keahlian. Kemudian, sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh Dikti setelah pelaksanaan uji kompetensi tidak menjamin akan dapatnya STR bagi perawat.

Kepentingan uji kompetensi yang dilaksanakan oleh Dikti-Kemendikbud RI pada akhirnya tidak menjadi kepentingan peningkatan kompetensi perawat, hanya menjadi kepentingan pribadi semata. Jika pemerintah ingin serius meningkatkan kompetensi perawat, maka dukungan yang kuat perlu ada dari pihak pemerintah terhadap disahkannya rancangan undang-undang keperawatan untuk kepentingan peningkatan kompetensi perawat.

Lagi pula pada UU no.12 tahun 2012 maupun PMK nomor 46 tahun 2013 serta rancangan undang-undang keperawatan tidak ada amanah pelaksanaan uji kompetensi sebagai exit exam (syarat kelulusan perguruan tinggi) seperti pada surat edaran Dikti nomor 704/E.E3/DT/2013 dan nomor 370/E.E3/DT/2014. Oleh karena itu, pelaksanaan uji kompetensi yang diadakan oleh Dikti sebagai exit-exam tidak legal sampai adanya aturan yang jelas.

*Koordinator Nasional Aliansi Perawat Muda Indonesia (APMI), Sarjana Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mahasiswa Program Profesi Ners  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Anggota Bidang Partisipasi Pembangunan Kesehatan Nasional (P2KN) Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline