Lihat ke Halaman Asli

Nilai Sebagai Ruang Temu Antara Agama

Diperbarui: 24 Juni 2015   14:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Salah satu faktor yang melatar belakangi lahirnya gagasan pluralisme adalah karena maraknya kekerasan yang mengatas namakan agama. Padahal, agama itu sendiri adalah kumpulan tata nilai yang mengehendaki terwujudkan konstruktifikasi. Dengan demikian, batas toleransi adalah dengan tidak mentolerir gerakan kekerasan yang mengatas namakan agama.

Sampai sekarang ini, masih banyak kalangan yang menghakimi pluralisme sebagai paham yang sesat dan menyesatkan. Alasannya, karena pluralisme dinilai sebagai ajaran yang membenarkan semua agama. Benarkah demikian? Dalam kuliah pluralisme yang dipanitiai oleh Jaringan Islam Liberal (JIL), Ulil Abshar Abdallah, Koordinator JIL, mencoba mematahkan cara pandang yang keliru dalam mendefenisikan Pluralisme. Menurut Ulil, defenisi yang menyatakan bahwa pluralisme adalah ajaran yang membenarkan semua agama adalah defenisi ala MUI dan nampak jelas kekeliruannya. Masih menurut Ulil, defenisi pluralisme adalah keinginan untuk belajar dari perbedaan orang lain sekalipun itu tidak setuju. Kurang lebih seperti itulah yang dikicaukan Ulil di akun twitternya.

Di samping itu, kelompok pluralis meyakini bahwa terdapat titik temu antara agama. Titik temu tersebut bisa dipahami sebagai ruang temu di mana setiap agama-agama yang berbeda bisa saling bersinergi atau bahu membahu dalam mengupayakan konstruktifikasi di tengah-tengah masyarakat. Titik temu atau ruang temu tersebut tiada lain adalah nilai-nilai positif dan konstruktif. Kita ambil satu contoh, nilai keadilan misalnya, di mana pun kita berada, kemana pun kita pergi, atau siapa pun yang kita tanya tentu tidak satu pun orang yang ingin diperlakukan secara dzalim. Penjahat sekali pun, berhak untuk diperlakukan secara adil dan proporsional.

Dengan demikia, nilai adalah ruang temu antara agama sehingga setiap agama bisa saling mengisi untuk memanifestasikan nilai-nilai positif tersebut. Dalam terminologi Islam, inilah yang dimaksud "Rahmatan Lil al-alamin" yakni, berupaya secara kontinu untuk terus-menerus menebarkan rahmat (kasih sayang/nilai) untuk seluruh alam, termasuk di dalamnya perbedaan agama dan keyakinan. Dengan kata lain, inilah yang dimaksud sprit Universalisme Islam sebuah langkah pokok diutusnya Rasulullah SAW. Wallahu'alam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline