Lihat ke Halaman Asli

Ian Deviers

mahasiswa

Kanon Kitab Suci/Alkitab

Diperbarui: 2 Juni 2024   12:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KANON KITAB SUCI

Kanon berasal dari kata qaneh yang berarti tongkat lurus atau tongkat pengukur. Kanon dalam kitab suci adalah ukuran yang dipakai untuk menentukan tulisan yang sungguh termasuk sebagai kitab suci. Kanon kitab suci merupakan daftar buku yang diakui sebagai bagian dari kitab suci. Kitab suci diterima oleh Gereja sebagai buku yang diinspirasikan karena berisi tentang wahyu Allah dan ditulis di bawah bimbingan Roh Kudus.

Kriteria kanonisasi kitab suci hanya satu yakni ajaran Kristus dan para rasul yang disampaikan oleh Kuasa mengajar Gereja. Ajaran itu disebut sebagai tradisi ilahi-rasuli. Pernyataan bahwa satu kitab dalam Kitab suci adalah kitab kanonik sama dengan menyatakan bahwa Yesus dan tradisi mengakui kitab itu diinspirasikan. Tradisi ilahi-rasuli menjadi landasan kuasa mengajar gereja yang secara resmi menentukan kitab manakah yang sungguh diinspirasikan atau tidak. Selain itu, ada juga patokan lain yakni adanya kebiasaan untuk membacakan kitab tertentu di gereja sebagai kitab suci; kitab itu ditulis oleh seorang rasul atau berlandaskan informasi atau katakese rasuli; isi saleh kitab tertentu cocok dengan ajaran para nabi dan penulis PB.

Sejarah Pembentukan Kanon Kitab Suci

Kanon Perjanjian Lama Yahudi. Gereja awal menerima kanon PL langsung dari Yesus dan para rasul, bukan dari bangsa Yahudi. Dari sudut doctrinal, sejarah kitab suci pada masa sebelum kelahiran Kristus tidak bernilai menentukan.  Dalam PL terdapat beberapa teksi yang memberi kesaksian tentang perintah Tuhan untuk menuliskan sabda-Nya. Allah menyuruh Musa untuk menuliskan Firman (Kel 34:37). PL juga menyatakan bahwa para nabi berbicara atas dorongan roh Kudus. Para nabi berperan menuntun perjalanan hidup bangsa Israel.

Umat Yahudi membagi Kitab Suci menjadi 3 bagian yakni Torah (taurat), Nebiim (nabi-nabi), dan Khetubim (tulisan-tulisan). Taurat terbentuk dalam kurun waktu yang lama mulai dari zaman Musa hingga pada masa Ezra (bdk Neh 8-10). Pada masa ini kumpulan kitab ini sudah terbentuk dan sudah dibacakan dalam rumah ibadat. Maka dapat dikatakan bahwa kitab taurat dipandang kanonik sejak abad V SM.

Dua kanon kitab suci Yahudi. Ada dua pandangan mengenai kanon Kitab Suci pada awal kekristenan. Pertama, orang yahudi di Palestina mengakui bahwa kitab yang diinspirasikan hanya kitab yang termasuk kitab ibrani, yang kemudian disebut sebagai protokanonik (kanon palestina). Kedua, orang Yahudi yang di perantauan mengakui bahwa kitab diinspirasikan bukan hanya kitab protokanonik, melainkan juga kitab deuterokanonik (kanon Alexanria). Yang dapat dipastikan ialah bahwa pada masa kehidupan Yesus semua kitab protokanonik telah diterima meski masih ada perbedaaan pandangan mengenai deuterokanonik.

Kanon Yamnia (palestina). Pada awalnya, orang Yahudi di Palestina menggunakan deuterokanonika seperti tercatat dalam tulisan Yosefus Flavius (contra Apionem). Ada dugaan bahwa deuterokanonika dihilangkan dari kanon Palestina terjadi sesudah penghancuran Bait Allah pada tahun 70 M. kehancuran bait Allah menjadikan hilangnya jabatan imamat sehingga kaum farisi yang menjadi pemimpin rohani bangsa Yahudi. Kaum farisi sangat menjaga kemurnian Hukum Musa dan meneliti masalah kanon kitab suci. Para rabi melaksanakan sidang di Yamnia (ditutup tahun 90 M) dalam menentukan kanon tersebut. Ditetapkanlah kanon kitab ibrani secara definitive dan kitab deuterokanonika dihilangkan.

Kanon Perjanjian Lama Kristen. Dalam PB ditemukan kesaksian otentik tradisi ilahi-rasuli menhenai kitab PL. PB tidak menyebut nama kitab PL mana secara langsung. Namun, dalam kutipan diperhatikan sesuai kitab yang termasuk taurat dan hamper semua kitab. Pengutipan PL dalam PB secara tidak langung menjadi buktu bahwa umat Kristen setuju pada semua kitab protokanonik. Pada abad awal, tidak ada perdebatan mengenai kitab deuterokanonik. Kebimbangan muncul pada abad III-IV karena para penulis Kristen ketika berdebat dengan orang Yahudi terpaksa menggunakan protokanonik saja. Hal ini menimbulkan keraguan akan kitab deuterokanonik. Sejak abad V semua keraguan menghilang sehingga gereja semakin sependapat sehubungan dengan kitab deuterokanonik. Konsili Florentina (1441) dalam dekrit melawan kaum Yakobiti menyajikan secara lengkap daftar kitab PL yang memuat protokanonik dan deuterokanonik.

Kanon Perjanjian Baru. Dalam semua tulisan bapa Gereja ditemukan kutipan dari semua kitab PB kecuali 3Yoh (mungkin karena terlalu singkat). Marcion menyusun kanon kitab dengan menghilangkan kitab PL dan banyak PB yang lazim dibacakan dalam gereja. ia menyusun kanon yang terdiri dari injil Lukas dan 10 surat Paulus. Kanon marcion mendorong gereja mulai memikirkan kanin perjanjian baru. Keinginan gereja menerbitkan kanon PB mengalami kesulitan karena kuasa mengajar gereja belum mengeluarkan keputusan yang tegas mengenai kanon, adanya tulisan apokrif yang jauh lebih menarik dari PB, dan kebingungan atas klaim Marcion dan Montanus yang menyatakan diri memiliki wahyu khusus untuk membuat kanon.

Keraguan akan kanon PB disebabkan munculnya kanon Muratori, kanon Klaramontanus. Keraguan itu terutama menyangkut kitab Ibrani (Gereja Barat) dan kitab Wahyu (Gereja Timur). Hal itu diungkapkan Eusebius. Sejak abad V, keraguan mengenai kanon PB secara bertahap menghilang. Athanasius dari Alexandria memperkenalkan 27 kitab PB yang tidak dapat dikurangi atau ditambahi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline