Syahdan, kawanan sapien hidup di jalanan. Berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Bukan sekedar mencari makan, mereka juga menjelajah untuk kepentingan pengetahuan. Mereka membuat peta dan merumuskan perkakas perkakas baru.
Abad ini? Sebagian org hidup di jalanan. Mereka tdk mencari makan, bukan juga demi kepentingan pengetahuan. Manusia tdk lagi hidup secara nomaden, mereka sdh pandai membangun bangunan besar sebagai tmpt tinggal. Tapi sebagian tdk seberuntung itu. Ada yg diusir, ada pula yg bangunannya dihancurkan. Kita bisa salahka itu karena perebutan makanan. Kita juga bsa salahkan itu akibat komersialisasi pda pengetahuan.
Sebagian manusia kelebihan berat badan akibat terlalu byk mengonsumsi gula dan sebagainya. Menimbun harta dlm dlm mengakibatkan sebagian org tdk kebagian.
Sebagian lain, terlalu nikmat dgn fakta fakta ttg pengetahuan. Mengawinkan sains, ilmu sosial dan sebagainya sebagi alat pemerkaya diri. Akibatnya, pengetahuan kehilangan jati dirinya sebagai instrumen kebenaran. Pengetahuan dimanipulasi sedemikian rupa untuk memuaskan para kelas elit.
Para ahli masih beda pendapat ttg kepunahan makhluk ini. Tapi kita masih bisa belajar, bagaimana asumsi bahwa sapien punah pada masa keemasannya. Kemampuannya pertanian berbasis api.
Menghadapi lingkungan asing yang mengancam, mereka dengan sengaja membakar area-area luas belukar tebal dan hutan-hutan lebat yang tak tertembus untuk menciptakan lahan rumput terbuka, yang menghadirkan permainan berburu yang lebih mudah, dan lebih cocok untuk kebutuhan-kebutuhan mereka.
Kawan kawanku yang budiman, kita tidak sepenuhnya hidup di jalanan. Tapi kita berhak atas pengetahuan. Bukan perihal maksud menguasai atau dikuasai. Namun, belajar dari sapien. Kita berhak atas pengetahuan agar ke depannya tidak meninggalkan lara bagi kehidupan selanjutnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H