Lihat ke Halaman Asli

Fuad Mutashim

Mahasiswa

Perjalanan Spiritual Mencari Hakikat Kehidupan

Diperbarui: 7 April 2020   15:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Judul                      : Khotbah Di Atas Bukit

Penulis                 : Kuntowijoyo

Penerbit               : DIVA Press dan Mata Angin

Tahun Terbit     : Cetakan Pertama, Mei 2017

Tebal Buku         : 223

ISBN                      : 978-602-391-403-6

"Lupakan semuanya, bahkan dirimu. Yang ada ialah pohon-pohon, rumput-rumput. Engkau makhluk yang paling berbahagia.  Waktu ialah untuk dinikmati. Ruang ialah tempat kita bergerak. Hidup sekedarnya, bahagia sebesarnya." -- Humam, hlm 61.

Barman, seorang laki-laki tua pensiunan pegawai, merasa tak menemukan kedamaian dan ketentraman saat ia berada di tengah-tengah ramainya kehidupan kota. Ia memutuskan untuk menghabiskan masa tuanya di daerah perbukitan. Berharap dengan keadaan bukit yang hening, udara yang segar, dan pemandangan yang hijau dapat membuatnya menemukan kedamaian dan ketentraman di sisa hidupnya.

Sang anak, Bobi, telah menyiapkan segala fasilitas untuk ayahnya. Tak lupa, ia siapkan seorang perempuan untuk menemani sang ayah. Popi namanya. Perempuan muda cantik, tinggi semampai, kuning kulitnya, sempurna bentuk tubuhnya. Ia seorang mantan tuna susila. Meskipun begituia merupakan perempuan yang tinggi intelegensinya. Seorang sarjana filsafat, pandai memasak dan mampu memahami seorang laki-laki dengan cepat.

Kegirangan Barman dengan hadirnya Popi. Hidup akan berarti kembali baginya. Seperti sebuah perjalanan jauh dan melelahkan bertukar dengan istirahat yang sejuk. Ia merasa akan mendapatkan kehangatan di kehidupan gunung yang dingin. Betapa bahagianya Barman tua. Segera hubungan antara Barman dan Popi menjadi mesra dan intim, layaknya suami istri. Mereka berdua saling melengkapi. Keduanya rela mengerahkan semua detik hidupnya untuk menciptakan suatu  kebahagiaan.

Ditengah pengasingan diri ia bertemu Humam. Humam layaknya seperti petapa yang arif. Omongannya selalu mengejutkan, tak terduga dan mengesankan. Perjalanan untuk mencari kedamaian yang dilakukannya seolah sirna ketika ia bertemu Humam. Dengannya, hidup menampilkan sepotong demi sepotong rahasianya. Sunyi menjadi bermakna. Kini, pengasingan itu berubah menjadi perburuan spiritual untuk mencari hakikat hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline