#CeritaSeorangaAlumni
Mendengar kata Ibu Kota Negara Baru pasti kalian langsung terpikir kepada Ibu Kota Nusantara. Betul sekali, namun sebelum kalian lebih jauh membacanya, izinkan saya memperkenalkan diri, saya Nicholas Martua Siagian, merupakan Alumni dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Adapun Program Kampus Merdeka yang saya ikuti adalah riset/penelitian
Teman-teman semua pasti familiar dengan kata 'penelitian' bukan? Sebagai sivitas akademik kata 'penelitian' menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk berproses menjadi seorang intelek yang unggul. Mungkin dari sekian banyak jenis Program Kampus Merdeka, orang beranggapan bahwa penelitian merupakan hal yang begitu kaku dan terlalu serius. Bahkan, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia tempat saya berkuliah, hanya terdapat 3 (tiga) mahasiswa yang melaksanakan penelitian melalui Program Kampus Merdeka. Meskipun hanya 3 (tiga) orang yang mengikuti, bagi saya pribadi ini adalah pengalaman yang luar biasa.
Adapun topik penelitian yang kami kaji adalah terkait keberadaan lembaga aspirasi rakyat di Otorita Ibu Kota Nusantara. Topik ini diangkat karena tidak adanya lembaga perwakilan rakyat seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Otorita Ibu Kota Nusantara, padahal DPRD merupakan lembaga yang memiliki tupoksi vital sebagai check and balances dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan.Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya landasan konstitusi dalam pasal 18.
Melalui Pendanaan Hibah Penelitian Universitas Indonesia, saya bersama Periset Utama dan 2 (dua) mahasiswa lainnya bisa menginjakkan kaki di Pulau Kalimantan tepatnya di Balikpapan. Setibanya di Balikpapan, agenda pertama kami adalah mendengarkan aspirasi Masyarakat Adat yang ada di sekitaran Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Kutai Kartanegara. Melalui pertemuan yang dilaksanakan, kami menggali informasi dan mendengarkan apa yang menjadi harapan serta keluhan masyarakat atas pembangunan Ibu Kota Baru di Kalimantan.
Mulai dari respon positif, tidak berespon, hingga respon negatif pun kami dengarkan dari perwakilan Masyarakat Adat. Sebagian masyarakat begitu senang dengan pindahnya Ibu Kota Negara ke Kalimantan, mereka berharap pemindahan ini bisa memberikan pemerataan kepada masyarakat Kalimantan yang selama ini belum terjamah oleh Pemerintah.
Sebagian masyarakat menolak pemindahan ini karena mereka menilai bahwa pemindahan yang dilakukan tidak melalui konsultasi publik yang menyeluruh. Saya pribadi senang bisa diterima dan mendengarkan aspirasi Masyarakat Adat. Tidak hanya mendengarkan aspirasi saja, kami pun diajak berkenalan dengan sejarah dari Masyarakat Adat serta peninggalan sejarah di sekitar Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.
Adapun nanti aspirasi tersebut kami tuliskan kembali dalam bentuk Naskah Kebijakan yang nantinya diserahkan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Sebagai seorang warga negara dan sivitas akademik, saya memiliki harapan untuk bisa mendukung program pemerintah yaitu pemindahan Ibu Kota Negara. Melalui riset yang saya kerjakan berupa temuan di lapangan harapannya bisa mencegah secara preventif apa yang menjadi permasalahan nantinya sehingga bisa mencarikan solusi yang tepat.
Setelah beberapa hari melakukan penelitian di Ibu Kota Nusantara, momen yang sangat saya tunggu-tunggu adalah mengunjungi Ibu Kota Nusantara. Saya bangga melalui Program Kampus Merdeka, saya bisa menginjakkan kaki di calon Ibu Kota Negara kita. Mulai dari melihat Istana Kepresidenan, Kantor Kementerian Koordinator, hingga Rumah Dinas Menteri. Momen ini menjadi momen yang tidak terlupakan bagi saya, bahwa saya bisa berkontribusi terhadap pembangunan Ibu Kota Nusantara melalui penelitian.