Pemindahan Ibu Kota Negara merupakan program prioritas Presiden Joko Widodo sebagaimana yang disampaikan pada sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2019. Terpusatnya kegiatan perekonomian di Jakarta dan Jawa yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi Jawa dan luar Jawa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, maka telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara pada tanggal 15 Februari 2022.
Ibu Kota Negara bernama Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat dengan kementerian yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini. Kekhususan dari Otorita Ibu Kota Nusantara terlihat dari tingkatannya yang setara dengan kementerian/lembaga. Dalam pelaksanaanya nanti, Otorita Ibu Kota Nusantara bertanggung jawab pada kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus lbu Kota Nusantara.
Berbeda dengan pengaturan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pada umumnya, pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Oleh karena itu, terdapat beberapa perbedaan yang sangat mencolok antara pemerintah daerah khusus Otorita Ibu Kota Nusantara dengan Pemerintah Daerah pada umumnya yang ada di Indonesia. Namun pada hakikatnya, baik pemerintah daerah maupun pemerintah daerah khusus Otorita Ibu Kota Nusantara, pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono mengatakan target populasi penduduk yang akan tinggal di ibu kota baru pada tahun 2024 adalah 200 ribu jiwa. Adanya penduduk yang bertempat tinggal di Otorita Ibu Kota Nusantara harus mendapat jaminan pelayanan publik dimulai dari penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Salah satu indikator pengawasan yang dapat diterapkan adalah Indikator MCP.
Monitoring Centre for Prevention (MCP) merupakan sistem yang dibuat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberikan informasi capaian kinerja program koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi yang dilaksanakan oleh seluruh pemerintahan daerah di Indonesia meliputi area intervensi. Dalam pelaksanaanya, terdapat 8 area intervensi kegiatan koordinasi supervisi dan pencegahan (korsupgah). 8 area itu meliputi, Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah dan Tata Kelola Dana Desa.
Mengapa Indikator MCP sangat penting dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan yang baik? Pada hakikatnya, Otorita Ibu Kota Nusantara memiliki kekhususan karena adanya pengaturan tambahan dalam undang-undang, namun tidak berarti meninggalkan bentuk asli dari pemerintah daerah. Bagaimana nantinya implementasi 8 area intervensi tersebut diharapkan?
1. Perencanaan dan Penganggaran APBD
Secara kelembagaan, pada hakikatnya perencanaan dan penganggaran APBD dilaksanakan oleh Kepala Daerah bersama dengan DPRD. Dalam Undang-Undang Ibu Kota Negara, tidak satu katapun yang menyebutkan tentang APBD ataupun pendanaan baik yang bersumber dari daerah. Oleh karena itu, indikator Perencanaan dan Penganggaran baik untuk diimplementasikan di Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka mencegah terjadinya fraud/kerugian negara.
2. Pengadaan Barang dan Jasa
Pengadaaan barang dan jasa merupakan titik terpenting dari keberadaan Otorita Ibu Kota Nusantara. Berubahnya keuangan negara (APBN) menjadi barang dan jasa, terdapat potensi terjadinya tindak pidana korupsi.