Kesenjangan sosial sampai saat ini masih menjadi masalah umum bagi masyarakat. Perbedaan antara si kaya dan si miskin semakin membentang lebar. Penstrataan seolah menjadi hal yang tidak asing lagi.
Jika dahulu, penstrataan terjadi pada saat zaman kolonial belanda. Para penjajah tersebut tentu tidak sudi jika disamakan dengan penduduk Indonesia yang menjadi jajahan nya kala itu. Golongan oang-orang Eropa menempati tingkat pertama yang artinya mereka adalah ras tertinggi. Selanjutnya ada juga yang disebut kasta yang diterapkan pada saat zaman kerajaan di Indonesia.
Salah satu kerajaan yang menerapkan sistem kasta adalah Kerajaan Majapahit. Ukuran yang digunakan dalam pembagian golongan sosial masyarkat ketika itu ditentukan berdasarkan pada kuat tidaknya keterikatan seseorang dengan materi dan keduniawian. Semakin jauh keterikatan seseorang dengan materi dan keduniawian, maka semakin tinggi martabatnya di tengah masyarakat, dan sebaliknya.
Tingkatan dalam kasta tersebut juga berdasarkan pada pengaruh atau pekerjaan seseorang (hal yang dilakoninya). Tingkatan kasta tersebut dimulai dari tingkatan pertama yaitu;
- Brahmana
Kasta ini merupakan yang paling tinggi di seluruh wilayah Majapahit yang diduduki oleh para rohaniawan dan budayawan yang hidup di gunung, hutan, gua, dan lembah yang jauh dari keramaian dan hiruk pikuk. Golongan ini dianggap yang paling mulia karena tugasnya membimbing semua orang (sebagai guru) pada kebenaran. - Ksatria
Sesuai namanya, golongan ini bertugas sebagai negara. Mereka tidak memiliki kekayaan pribadi, mereka mengabdi dari negara dan hidup dari negara. Termasuk golongan ini adalah raja dan keluarganya, para menteri dan pembesar kerajaan, para raja bawahan atau adipati, juga termasuk didalamnya adalah kalangan perwira tentara kerajaan. Jika memperoleh harta rampasan hasil perang, maka diserahkan kepada negara. Apabila ada ksatria yang kedapatan memiliki rumah pribadi megah, maka dia akan disebut ksatria panten, yang artinya harys dikucilkan. - Waisya
Golongan ini mencakup kaum petani, seniman, tukang bangunan/arsitek, dan nelayan. Kaum ini dimasukkan pada tingkatan yang lebih rendah karena dianggap sudah memiliki keterikatan dengan duniawi, yaitu kepemilikan atas tanah, rumah, sawah, dan ladang. Walaupun demikian, mereka yang menjamin kehidupan selurus warga soal ketersediaan pangan, sehinggan mereka tetap menjadi kelas yang cukup terhormat. - Sudra
Termasuk didalamnya yaitu para saudagar, rentenir, para tuan tanah, atau mereka yang memiliki kekayaan berlebihan. Mereka tidak boleh berbicara mengenai agama, membahas kitab suci karena memupuk kekayaan merupakan manifestasi nafsu atau hasrat keinginan duniawi dan hal ini bertentangan dengan ajaran agama. - Candala
Termasuk didalmnya yang berprofesi sebagai jagal (pembunuh) dan juga petugas negara yang tugasnya emmbunuh terpidana mati seperti algojo. Mereka dianggap lebih rendah karena walaupun disahkan oleh negara pekerjaannya, tetap saja mereka makan dan bertahan hidup dari hasil membunuh orang. - Mleccha
Golongan yang masuk dalam jenis ini adalah orang asing yang tinggal di Majapahit dan dimasukkan ke dalam golongan wong kiwahan, yang artinya orang rendahan atau pelayan. Karena penduduk asli diberi kedudukan sebagai wong yekti, wong mulia atau wong agung. - Tuccha
Golongan terakhir dan terendah ini termasuk didalamnya kalangan pecinta matei duniawi dan tidak mau memahami hak orang lain. Yang termasuk dalam golongan ini adalah para penipu, penjudi, pelacur, dan mucikari, begal, dan perompak (termasuk mereka yang melakukan tindakan korupsi). Mereka dianggap paling rendah dan hina martabatnya.
Berikut adalah pembagian kasta pada zaman kerajaan Majapahit, yang tentunya saya kutip dari salah satu sumber terpercaya, karena saya belum lahir di zaman itu, jadi gak mungkin saya yang menelitinya, hehe, kidding.
Nah, dari kutipan diatas, bisa gak dibayangin bagaimana jelasnya perbedaan tiap individu? Kayak ada jurang pemisah yang dalem banget diantara mereka. Kejadian itu sih terjadinya saat abad ke-15, jauh sebelum sekarang ini. Tapi tampaknya penstrataan masih bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari kita. Contohnya, saat di kantor, di sekolah, di lingkungan masyarakat, bahkan ada yang terjadi di keluarga, gile bener ini mah.
Seperti apa perbedaan itu terjadi? Jika di kantor, bawahan dan karyawan baru terkadang menerima perlakuan tidak pantas dari atasan dan sesama karyawan kantor. Atasan yang bersifat individualis dan karyawan lama yang sering bertindak semena dan meremehkan karyawan baru atau yang lainnya dapat menimbulkan tekanan yang mungkin memunculkan rasa tidak nyaman saat bekerja, dan akhirnya tidak dapat bekerja dengan maksimal.
Di sekolah sebagai contohnya adalah tindakan bullying atau kekerasan yang di lakukan oleh guru atau sesama siswa. Guru sebagai tenaga pendidik seharusnya membimbing para murid dengan cara yang bijak dan profesional, bukannya dengan cara memaki apalagi sampai bertindak kasar terhadap murid. Selain itu, guru juga harus menumbuhkan rasa peduli dan menghargai kepada sesama dan lingkungan, dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya tindak bullying yang belakangan ini santer terdengar terjadi di sekolah. Efek dari tindakan ini tidak main-main, bisa berujung pada kematian.
Penggolongan yang terjadi di lingkungan masyarakat merupakan contoh yang paling sering kita jumpai. Perbedaan cara berpikir dan menalar sesuatu juga bisa menjadi indikator terjadinya penstrataan ini. Contoh paling banyak yang bisa kita temui itu biasanya dari kelompok ibu-ibu tukang gosip atau arisan. Mereka membuang banyak waktu hanya untuk menceritakan keburukan orang lain dan memamerkan kelebihan atau barang berharga nya. Setiap orang berusaha menonjolkan diri dengan cara menjatuhkan yang lainnya.
Yang paling membuat miris itu saat dalam keluarga pun terjadi yang namanya penstrataan. Walaupun memiliki keterikatan hubungan darah satu sama lain tidak menutup kemungkinan terjadi nya hal ini.
Peran orang tua sangat diperlukan disini, tapi terkadang justru orang tua yang menjadi penyebab. Ada orang tua yang pilih kasih terhadap anak-anaknya. Anak yang lebih sukses dan mandiri akan mendapat kasih sayang, perhatian dan pujian yang lebih daripada yang masih merintis dari bawah, padahal sebenarnya yang seperti inilah yang memerlukan perhatian lebih untuk mendongkrak semangatnya.