Lihat ke Halaman Asli

Mahéng

TERVERIFIKASI

Author

4% Ambang Batas Parlemen Dihapus! Gusdurian Jogja Desak Demokrasi Tanpa Oligarki

Diperbarui: 5 Maret 2024   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Savic Ali memaparkan kondisi demokrasi. Foto: A.W. Mustofa

Mahkamah Konstitusi (MK) putuskan aturan ambang batas parlemen 4% inkonstitusional. Mulai Pemilu 2029, aturan diubah agar suara rakyat tak terbuang sia-sia.

Bersandarkan catatan MK, selama tiga pemilu terakhir, total 35,61 juta suara rakyat terbuang sia-sia karena sistem ambang batas parlemen. Fakta ini sungguh miris dan menunjukkan bahwa demokrasi kita perlu dievaluasi.

Terlepas dari motivasi dan pihak di balik Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) sebagai penggugat terhadap ambang batas parlemen, parliamentary threshold memang sudah saatnya ditinjau ulang.

Pada Pemilu 2009, sebanyak 19,05 juta suara (18%) tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR. Kemudian, di Pemilu 2014, 2,96 juta suara (2,4%) kembali terbuang. 

Suara rakyat terbuang sia-sia juga sangat signifikan pada Pemilu 2019, di mana 13,6 juta suara (9,7%) hilang tanpa arti.

Ambang batas parlemen merupakan syarat minimal perolehan suara partai politik untuk mendapatkan kursi di DPR, yang diatur dalam Putusan MK Nomor 48/PUU-XVIII/2020 yang berimplikasi pada penyederhanakan sistem kepartaian untuk stabilitas politik, peningkatan kinerja parlemen dengan mendorong akuntabilitas anggota fraksi, peningkatan kualitas partai politik, dan menghasilkan anggota parlemen yang berintegritas dan kompeten.

Apakah implikasi itu benar-benar terwujud? Saya tidak yakin. 

Implementasi parliamentary threshold selain mengeliminasi suara rakyat yang tidak mencapai ambang batas, membatasi pilihan rakyat dalam memilih partai politik, dan yang paling kentara adalah memperkuat oligarki dengan menguntungkan partai besar dan mapan.

Pada Minggu, 3 Maret 2024, Gusdurian Jogja menyelenggarakan Forum Demokrasi bertajuk Membaca Perlawanan Gus Dur terhadap Orde Baru: Masih Adakah Otoritarianisme dalam Rezim Demokrasi?

Diskusi ini dimoderatori oleh Kamalatan Nihaya dan menghadirkan Savic Ali, Senior Advisor Jaringan Gusdurian, sebagai pemantik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline