Isu kebocoran data kembali mencuat. Terbaru, sebanyak 337 juta data warga Indonesia diduga bocor dari Dukcapil Kementerian Dalam Negeri.
Meskipun jumlahnya masih bisa diperdebatkan, terutama mengingat jumlah penduduk Indonesia tidak mencapai angka 337 juta. Akan tetapi, kebocoran data memang bukan barang baru.
Sebagai warga negara Indonesia yang pernah mengalami kebocoran data, saya merasa tidak nyaman sama sekali.
Lebih-lebih ketika pihak yang berwenang selalu menjawab dengan klaim-klaim, alih-alih memperkuat sistem keamanan.
Kebocoran data yang saya alami mungkin tidak separah yang dialami oleh sebanyak 560 warga Desa Subabakti, Kecamatan Tarogongkidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Mereka tiba-tiba ditagih pembayaran pinjaman oleh lembaga pembiayaan Permodalan Nasional Madani (PNM).
Pinjaman fiktif itu berjumlah ratusan ribu hingga Rp 2 juta, menyasar warga di enam rukun warga (RW) yang diduga data KTP dan KK-nya bocor.
Lebih-lebih lagi, medio 2022 lalu, masyarakat Indonesia digegerkan dengan ditemukannya sebanyak 105 juta data penduduk Indonesia yang diduga milik KPU dibagikan di forum daring Breached Forums.
Data itu diunggah oleh salah seorang anggota forum dengan username "Bjorka" dan dijual seharga Rp 5.000 dollar AS (Rp 74,4 juta).
Yang membuat saya jengkel, saat itu sejumlah pakar menilai data tersebut akurat, namun KPU malah membantah kebocoran itu bersumber dari mereka, alih-alih mengevaluasi sistem internal dan keamanan.
Hal ini harus menjadi catatan mengingat Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 orang pada Minggu 2 Juli 2023 lalu.