Lihat ke Halaman Asli

Mahéng

TERVERIFIKASI

Travel Writer

Rumoh Geudong: Kisah Tragis dan Kritik Atas Upaya Presiden Jokowi Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Diperbarui: 27 Juni 2023   21:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumoh Geudong sebelum dihancurkan. Foto: Dokumentasi KontraS Aceh

Kunjungan Presiden Jokowi, dalam persiapan peluncuran atau kick-off implementasi rekomendasi Tim Penyelesaian Non-yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP HAM) Berat Masa Lalu, terlihat hanya sebagai bentuk material giving semata.

Acara seremonial  yang diadakan di bekas Rumoh Geudong di Gampong Bilie Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Pidie pada Selasa, 27 Juni 2023 tersebut tidak dapat menutupi fakta bahwa tindakan moril giving tidak diterima oleh penyintas akibat kebijakan sewenang-wenang dari negara melalui arogansi aparatnya, baik itu dari pihak tentara maupun polisi di masa lalu.

Pembangunan living park seakan memperlihatkan kepada publik bahwa Aceh telah selesai dan pulih dari trauma dan ketragisan dengan konflik panjang yang melanda wilayah tersebut mulai dari 1976 hingga 2005.   

Aceh adalah sebuah daerah yang memiliki kekayaan budaya dan sejarah yang mendalam. Meskipun sering kali terdapat stereotip seperti ganja, hukum cambuk, atau citra perempuan yang "cantik-cantik," namun Aceh sebenarnya jauh lebih kompleks daripada itu. 

Pada tahun 1945, Aceh memainkan peran penting sebagai penopang berdirinya Republik Indonesia saat Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. 

Aceh memberikan berbagai bentuk dukungan kepada Indonesia dalam upaya merebut kemerdekaan, meskipun kemudian dalam perjalanan waktu, Aceh merasa bahwa balasan yang diterima dari pemerintah pusat tidak sebanding dengan kontribusinya. 

Hal ini menyebabkan ketidakharmonisan antara Aceh dan pemerintah nasional. 

Dalam skripsi berjudul Pemberontakan Daud Beureueh (DI/TII Aceh) Tahun 1953-1962  yang ditulis oleh Hary Adi Darmanto mahasiswa UNEJ pada tahun 2014, disebutkan bahwa Daud Beureueh dan kelompoknya Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merespons ketidaksesuaian janji politik yang diucapkan oleh Soekarno pada awal kemerdekaan. 

Skripsi tersebut membahas tentang perjalanan pemberontakan Daud Beureueh dan DI/TII di Aceh serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disharmoni antara pemerintah pusat dan Aceh. 

Beberapa upaya rekonsiliasi dan penyelesaian damai juga telah dilakukan, namun hal tersebut tidak pernah mencapai esensi ontologis masyarakat Aceh. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline