Jakarta menghadapi ancaman krisis lahan makam yang semakin mendesak. Setiap harinya, sekitar 100 jenazah dimakamkan di ibu kota, menyebabkan permintaan lahan makam semakin meningkat
Setiap petak makam memerlukan luas lahan sekitar 5,5 meter persegi. Dengan rincian, 3,75 meter persegi dialokasikan untuk petak makam itu sendiri, sedangkan sisanya digunakan untuk sarana dan prasarana seperti jalan di sekitarnya.
Jika kita berhitung, pelayanan makam untuk 100 jenazah setiap hari, dalam satu tahun dibutuhkan luas lahan sekitar 200.750 meter persegi atau setara dengan 20,075 hektar.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan target memiliki 794,83 hektar lahan makam di Jakarta hingga tahun 2035. Namun, hingga akhir tahun 2017, baru sekitar 611,59 hektar lahan yang berhasil dibebaskan oleh Dinas Kehutanan DKI.
Artinya, masih ada sekitar 183,24 hektar lahan yang belum tersedia.
Dari luas lahan makam yang telah dibebaskan, sekitar 60 persen atau sekitar 365,13 hektar sudah digunakan. Sementara itu, hanya tersedia 38,3 hektar lahan yang siap pakai, sementara sisanya sebesar 208,16 hektar masih dalam proses persiapan.
Saya sempat berbincang-bincang dengan beberapa teman yang tinggal di Jakarta, salah satunya Sis EA.
Menurut kisah yang dibagikan oleh Sis EA, ia merasa beruntung karena masih bisa memanfaatkan tanah wakaf untuk pemakaman anaknya.
Bahkan, ayahnya pun telah dimakamkan di lokasi yang sama. Rumahnya terletak di area perumahan perkampungan yang memiliki lahan wakaf yang disediakan khusus untuk warga di sekitar.
Melalui skema ini, biaya pemakaman dapat dikurangi menjadi sekitar 2,5 juta, yang mencakup biaya lahan dan penggalian.