Lihat ke Halaman Asli

I Gusti Ayu Made Putri Natalia

Mahasiswa/Politeknik Keuangan Negara STAN

Ingin Punya Bisnis Jastip? Yuk, Kenali Dulu Aspek Perpajakannya!

Diperbarui: 9 Februari 2024   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Jastip atau jasa titipan merupakan pembelian barang di dalam negeri maupun luar negeri yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan jasa orang lain dalam pembelian barang tersebut. Berbagai produk luar negeri mulai dari makanan, pakaian, aksesoris, kosmetik, skincare, obat, dan lainnya dapat dibeli dengan mudah melalui jasa titipan ke Indonesia. Kelebihan dari jasa titipan ini adalah praktis karena masyarakat dapat membeli dan menikmati barang dari luar negeri tanpa harus pergi ke negara tersebut. Pesatnya perkembangan bisnis jastip di Indonesia dan tingginya transaksi luar negeri melalui jasa titipan menyebabkan pemerintah memutuskan bahwa bisnis jastip merupakan salah satu bisnis yang kena pajak.

Dalam menjalankan bisnis jasa titipan, pemahaman yang baik terhadap aspek perpajakan menjadi kunci keberhasilan dan kelangsungan bisnis. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pandangan menyeluruh tentang aspek perpajakan yang terkait dengan bisnis jasa titipan di Indonesia. Dengan memahami aspek perpajakan yang berlaku, diharapkan pelaku usaha dapat mengelola bisnis jastip mereka dengan baik dan sesuai dengan peraturan yang ada. Lalu, apa saja sih aspek perpajakannya?

Dalam aspek perpajakan, bisnis jasa titipan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 203/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Berdasarkan regulasi ini, bisnis jastip kena pajak diberlakukan untuk setiap barang bawaan yang memiliki nilai di atas USD500. Adapun pungutan yang dikenakan pada bisnis jastip kena pajak adalah bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI), yaitu:

  • Bea Masuk

Berdasarkan PMK No. 96/2023, setiap barang yang berasal dari pembelanjaan luar negeri (di luar kawasan pabean Indonesia) akan dikenakan bea masuk. Barang impor yang memiliki nilai kurang dari USD3 akan dikenakan PPN sebesar 11% saja, tetapi jika nilai barang lebih dari USD3 hingga USD1,500 dikenakan tarif bea masuk 7,5% dari harga barang ditambah PPN 11%. Apabila nilai barang lebih dari USD1500, maka dikenakan bea masuk, PPN, dan PPh Impor. Selain bea masuk, untuk barang-barang yang bebas cukai diantaranya maksimal satu liter minuman beralkohol dan 200 batang rokok atau 50 batang cerutu atau 200 gram tembakau iris. Di atas ketentuan tersebut, maka barang tersebut akan disita atau dihancurkan.

  • PPN atas impor Barang Kena Pajak (BKP)

Salah satu Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang dikenakan pada barang-barang jastip yaitu PPN atau Pajak Pertambahan Nilai. PPN merupakan pajak yang dikenakan untuk setiap barang yang termasuk dalam transaksi jual-beli, baik di dalam maupun luar negeri. PPN ekspor memiliki tarif 0%, sedangkan PPN impor memiliki tarif 11%. Tarif ini berlaku selama barang tersebut termasuk Barang kena Pajak (BKP).

  • PPh Pasal 22

PPh 22 dikenakan sesuai dengan lampiran -- lampiran yang ada pada PMK No. 34/2017 s.t.d.d PMK No. 41/2022 dengan tarif yang beragam mulai dari 0,5% hingga 10%. Apabila tidak memiliki NPWP, maka tarif dikenakan 100% lebih besar. PPh Pasal 22 yang dikenakan pada barang-barang jastip memiliki variasi tarif tergantung jenis barangnya.

  • PPnBM

Berdasarkan UU No. 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, tarif pajak penjualan atas barang yang dikategorikan barang mewah sebesar 10% dan maksimal 200%.

Berdasarkan aspek tarif di atas, apabila pelaku usaha telah memiliki NPWP dan memenuhi persyaratan subjektif dan objektif PPh, maka pelaku usaha jastip berkewajiban dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan PPh. Sesuai pasal 17 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, apabila peredaran bruto atas kegiatan jastip dalam 1 tahun melebihi Rp500 juta tetapi kurang dari Rp4,8 miliar, maka tidak dikenakan PPh Final dengan tarif 0,5% sesuai PP No. 55 Tahun 2022. Namun, apabila peredaran brutonya telah melebihi Rp4,8 miliar, maka harus dilakukan pembukuan dan akan dikenakan tarif PPh progresif 5% hingga 35% terhadap penghasilan kena pajak.

Dalam hal pelaporan, para pelaku usaha jastip perlu wajib melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh dengan menggunakan formulir SPT 1770 karena kegiatan jastip ini merupakan suatu bentuk kegiatan usaha. Wajib Pajak dapat mengkreditkan PPh 22 impor yang dibayarkan atas impor barang jastip untuk menghitung PPh kurang bayar.

Dengan melihat adanya kompleksitas dalam regulasi ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan telah meluncurkan aplikasi Electronic Customs Declaration (ECD) dengan tujuan untuk memudahkan pelaku usaha jasa titip dalam melakukan deklarasi barang dari luar negeri dan memenuhi kewajiban perpajakan. Anda dapat mengakses website ECD pada tautan https://ecd.beacukai.go.id/

Para pelaku usaha jastip di Indonesia harus mengetahui dan memahami mengenai regulasi dan aspek perpajakan yang menjadi kewajiban dalam kegiatan bisnis jastip, mulai dari bea masuk, tarif pajak, dokumen pelaporan, dan lainnya. Pemahaman yang mendalam mengenai aturan perpajakan dalam bisnis jastip memungkinkan para pelaku usaha untuk menciptakan iklim yang sehat pada bisnis jastip. Tidak hanya itu, pemanfaatan teknologi dalam pelaporan dan pembayaran pajak dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi, sehingga bisnis jasa titip dapat terus berkembang secara berkelanjutan. Hal ini pula dapat membuka peluang bagi pelaku usaha untuk mengembangkan bisnisnya dengan tetap taat terhadap regulasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline