Thailand adalah negara kawasan di Asia Tenggara dengan luas wilayah 510.000 dan memiliki julukan negeri Gajah Putih. Thailand merupakan salah satu negara yang tidak pernah dijajah sekalipun dan memiliki latar belakang sejarah dengan sebuah kerajaan pendek. Maka dari itu, negara Thailand memiliki konstitusional monarki sejak tahun 1932 dan dipimpin oleh suatu raja dalam pemimpin negaranya.
Namun dari keindahan alam serta latar belakang ekonomi Thailand di Asia Tenggara ini, Thailand tidak luput dari berbagai permasalahan perdagangan manusia atau disebut "Human Trafficking". Terjadinya perdagangan manusia di Thailand disebabkan karena suatu letak geografis Thailand ini berbatasan dengan beberapa negara miskin seperti Laos dan Kamboja, sedangkan ruta human trafficking beroperasi dari Bangladesh dan Myanmar oleh pelaku trafficker ini.
Perdagangan manusia ini merupakan salah satu kejahatan yang telah lama berkembang dan human trafficking merupakan salah satu istilah dari suatu perbudakan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan human trafficking yaitu perekrutan, pengiriman, penampungan, mempekerjakan secara paksa suatu manusia tanpa melihat latar belakang manusia tersebut. Human trafficking menjadi salah satu permasalahan serius di setiap negara salah satunya Thailand karena hal ini merupakan salah satu kerugian dari image negara tersebut yang berakibat fatal untuk masa depan suatu negara. Hal tersebut bisa saja terjadi karena kurangnya keamanan dari pihak pemerintah dalam pendeteksian suatu dokumen untuk melacak bagaimana imigran bisa masuk bekerja di negara Thailand dan dari pihak mana yang mempekerjakan imigran tersebut.
Thailand menjadi salah satu negara Asia Tenggara dengan transit, sumber, dan tujuan korban perdagangan terbesar saat ini. Selain itu, Thailand juga merupakan pusat eksploitasi seksual dan tenaga kerja untuk kalangan anak di bawah umur. Perdagangan manusia ini selain melibatkan Thailand, negara yang terlibat ada Myanmar, Kamboja, dan Laos. Pemerintah Thailand pada tahun 2014-2015 mengalami fluktuasi dalam menangani perdagangan manusia di negaranya.
Pada bulan Oktober 2013, pemerintah Thailand mengalami peningkatan positif dalam meratifikasi sebuah konvensi internasional yaitu UN Trafficking In Persons Protocol (TIP). Namun sebaliknya, usaha dari pemerintah Thailand dalam menanggulangi permasalahan perdagangan manusia belum mengalami pengurangan drastis sehingga hal-hal yang dilakukan oleh pemerintahan Thailand sempat mengalami kewalahan. Sangat disayangkan, pada saat melakukan konvensi internasional tersebut, Thailand mengalami peningkatan yang sangat tinggi dalam perdagangan manusia di negaranya dan menjadikan Thailand salah satu negara di peringkat terendah dalam menanggulangi perdagangan manusia.
Menurut laporan The Safe Child (2017), pelaku perdagangan orang di Thailand menargetkan anak-anak dari latar belakang miskin dan pedesaan. Perempuan di Thailand merupakan salah target terbesar dalam terjadinya perdagangan manusia karena dijadikannya mereka dalam industri pariwisata seks karena prostitusi yang terjadi di Thailand. Sementara jika targetnya seorang laki-laki, mereka akan dialokasikan ke perdagangan sektor industri perikanan. Pelaku perdagangan manusia di Thailand merupakan seorang nelayan atau perempuan Burma yang memiliki koneksi dengan geng kejahatan yang terorganisir.
Kerja paksa dan eksploitasi merupakan bentuk utama dalam perdagangan manusia di Thailand. Perdagangan seks merupakan salah satu hal lumrah yang terjadi di kota dengan wisata terbesar di Thailand yang melegalkan suatu prostitusi. Dengan keilegalan yang terjadi akibat perdagangan manusia di Thailand, geng-geng yang terorganisasikan ini menargetkan perempuan-perempuan desa di Thailand utara dan anak-anak di sana menjadi sasaran empuk untuk dilakukan tawaran prostitusi. Seiring meningkatnya imigran di Thailand akibat tawaran kerja yang menggiurkan para korbannya, pelaku selalu mendapatkan kesempatan dalam melaksanakan aksinya dan memfokuskan perempuan sebagai pekerja/budak seks dan laki-laki difokuskan untuk bekerja di sektor industri. Dalam melakukan pekerjaannya, korban dalam sektor pekerja seks dan pekerja di industri cenderung mendapatkan upah yang sangat tidak manusiawi dalam dunia pekerjaannya.
Organisasi kriminal di balik perdagangan manusianya, para pelaku selain melakukan bisnis ilegal budak seks dan pekerja industri, mereka melakukan pekerjaan terorganisir seperti pencucian uang, perdagangan narkoba, dan perdagangan hewan. Pihak berwajib di Thailand dapat menyelesaikan efek dari pencucian uang terjadi oleh sindikat pencucian uang dan menangkap beberapa pelaku dalam melakukan aksinya.
Upaya yang dilakukan pemerintah Thailand dalam menghadapi human trafficking ini memiliki banyak cara. Namun, pengimplementasiannya dalam menjalankan suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah Thailand pun banyak mengalami suatu kegagalan yang fatal akibat banyaknya pelaku yang terorganisir dalam melakukan aksinya tersebut. Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) merupakan salah satu organisasi Asia yang memiliki beberapa negara kawasan Asia di dalamnya yang turut membantu Thailand dalam menghadapi masalah kasus human trafficking dan negara-negara seperti Laos, Kamboja, dan Myanmar turut dibantu oleh organisasi ASEAN ini. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh ASEAN untuk turun tangan membantu Thailand menghadapi kasus human trafficking ini tak kunjung mengalami penurunan yang drastis dikarenakan beberapa hal internal yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintahan Thailand
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H