Lihat ke Halaman Asli

I Dw Ayu Eka Purba Dharma Tari

Mahasiswa Program Doktoral Universitas Pendidikan Ganesha

Pengalamanku Soal Keajaiban Rejeki di Masa Pandemi

Diperbarui: 26 November 2024   20:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pandemi Covid-19 ini menyiratkan banyak fragmen kehidupan muncul ke permukaan. Setiap individu dan keluarga memiliki dinamika bertumbuh yang berbeda dalam menghadapi situasi saat ini.

Tak mudah memang bicara positif dalam situasi yang sensitif kalau tak ingin justru menjadi toxic positivity. Alih-alih menenangkan, yang justru menjadi tekanan kognisi. Hampir dua tahun berjalan, yang dikhawatirkan tak jua usai berlalu.

Setiap makhluk berinsan bertempur untuk bertahan. Sebagian berjuang dengan kesehatannya, sebagian lagi berjuang untuk bertahan dalam kehidupan dengan tugas-tugasnya sebagai manusia di bumi. Dan aku sebagai seorang ibu juga bertempur dengan kehidupan keluarga dan rejeki.

Awal pandemi melanda negara kita, bulan Maret 2020. Suamiku yang awalnya menjadi tulang punggung keluarga harus menerima dipulangkan dari tempatnya bekerja di luar negeri, sebut saja Amerika.

Praktis keadaan ini berdampak pada dinamika ekonomi keluarga yang awalnya adem ayem. Satu tahun berjalan di 2020 bisa dikatakan kehidupan masih terasa normal walau suami belum bekerja kembali, karena kami masih ada stok tabungan dan itu bisa kita gunakan hampir satu tahun lebih

Rezeki Selalu Ada

Setelah tabungan semakin hari semakin menipis, yang sebelumnya penghasilanku bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadiku sekarang harus diprioritaskan untuk keseluruhan kebutuhan rumah tanggaku. Awalnya aku panik, khawatir, cemas bahkan ketakutan menghantui pikiranku kalau seandainya rezekiku dalam bekerja tidak bisa memenuhi kebutuhan kami dalam sebulan.

Dalam keadaan itu, aku terdiam kaku, berusaha tenang dan memegang keyakinan bahwa di era teknologi saat ini, aku memiliki aset tak kasat mata dalam diriku yang mampu membuatku bertahan di masa pandemi ini.

Aset tak kasat mata ini seperti kesehatan fisik, mental, dan spiritual. Ada juga intelektual, pendidikan, kecerdasan, karakter luhur, kompetensi, kapasitas belajar, kemampuan adaptasi, cara berpikir, maupun paradigma pengetahuan yang relevan untuk masa depan. Dari aset tak kasat mata inilah aku mengumpulkan strategi dan metode sehingga bisa dieksekusi, diubah, dikembangkan, dilakoni yang nantinya menghasilkan aset kasat mata untuk bertahan hidup. Dan dari cara berpikir inilah ceritaku tentang uang dan keajaiban dimulai.

Senantiasa Bersyukur

Aku mengatakan bahwa ini adalah sebuah keajaiban yang mana sebuah ruang dan waktu bertemu di saat yang pas sehingga menghasilkan satu peristiwa dan pengalaman. Rezeki memang sudah ada yang mengatur, begitu banyak orang mengatakan. Tapi seperti apa proses di alam semesta ini sehingga rezeki berupa uang sampai di tangan kita. Itulah kedahsyatannya.

Seringkali uang sampai di tangan dengan pikiranku yang memiliki daya menjangkau. Seperti contohnya aku kekurangan uang membayar SPP anakku sebesar Rp3 juta, sebelum tidur pikiranku meyakinkan diri ini bahwa SPP itu pasti terlunasi saatnya nanti. Kebetulan saat itu masih ada waktu satu bulan untuk melunasi. Dan di sinilah keajaiban semesta itu bekerja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline