Lihat ke Halaman Asli

Antara Kesenangan dan Makna

Diperbarui: 9 Oktober 2015   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika sesuatu yang kita lakukan memiliki makna, maka itulah awal dari kebahagiaan. Tak peduli apakah kita merasa letih, mesti kehilangan waktu dengan keluarga, harus mengeluarkan uang lebih. Selama hal itu memiliki makna, maka anda akan merasa bahagia. 

Suatu hari pandangan jauh saya terpaku pada seorang pemuda yang menenteng ransel dan lembaran dokumen serta 2 buah buku kecil bersampul hijau. Dibelakang pemuda itu tampak seorang wanita paruh baya yang berlari kecil mencoba mengimbangi langkah cepat pemuda di depannya. Saya terka detak jantung wanita itu barangkali sudah diatas 110, peluh pun tampak membasahi pakaiannya, belum lagi napasnya yang mulai tersengal-sengal.

Jam tepat menunjukkan pukul 18.45, jadwal penerbangan lanjutan saya menuju Jakarta tampaknya semakin dekat. Saya masih tetap memandang pemuda tadi yang kali ini tampak sedang bercakap dengan seorang petugas maskapai. Tampaknya, ia mencoba membantu wanita tadi yg nyaris tertinggal pesawat. Nyaris, karena sebetulnya pesawat itu masih terparkir di apron! Sisa waktu yang kurang dari 5 menit sudah cukup membuat wanita itu kelabakan. Belakangan saya ketahui bahwa penerbangan dari Dubai menuju Jakarta itu adalah mudik pertamanya sejak bekerja sebagai TKW 3 tahun yang lalu. Tak ayal, hal ini yang membuatnya panik.

Pemuda tadi? Ia hanya seseorang yang kebetulan menghampiri wanita itu saat terlihat cemas dan berlarian sambil menenteng 2 buah tas kulit sambil membawa paspor hijau Indonesia. Pemuda itu merasa terpanggil.

Seringkali saya bertanya-tanya. Apa sesungguhnya yang membuat seseorang bisa mempunyai niatan membantu orang lain, terlebih itu dilakukan tanpa imbalan bahkan untuk seseorang yang tak pernah dikenal sebelumnya. Apa yang membuat seseorang menjadi begitu tulus memberikan tempat duduk pada ibu hamil di dalam kereta? Apa yang membuat seseorang rela menghabiskan waktu siang malam menemani temannya yang tertidur lemas di rumah sakit? Apa yang membuat seseorang ikhlas menjadi orang tua angkat dari seorang bayi kecil yang diterlantarkan? Apa yang membuat kita selalu mengaku bahagia memiliki 2 orang anak namun disaat yang sama kerap mengeluh karena biaya sekolah mahal, lelah karena anak seringkali sakit bahkan geram saat anak kita hanya mampu lulus dibawah rata-rata kelas? Apa yang membuat seseorang berniat menggalang donasi bedah rumah untuk membantu satu keluarga miskin yang baru saja dikenalnya? Apa yang membuat seseorang rela menanggung biaya rumah sakit kawan lamanya? Apa yang membuat seorang ibu kuat bekerja siang malam meski kehilangan waktu bermain bersama anak-anaknya?

Saya menduga, ada kepuasan dan kenikmatan tersendiri yang dirasakan orang-orang tersebut. Namun saya masih bersikeras mencari jawaban, hal yang bisa menjelaskan dengan gamblang! Mengapa membantu seseorang itu sebuah kebahagiaan!

                                                                                  ****

Happily Helping Others**

Seringkali kebahagiaan (happiness) kita artikan sebagai sebuah akibat dari hal yang tangible. Entah itu bahagia karena mobil baru, bahagia karena diterima di sekolah favorit, bahagia karena kado ulang tahun, bahagia karena bonus tahunan kantor, bahagia karena cincin pemberian kekasih, bahagia karena berwisata ke Paris, bahagia karena pujian, bahagia karena menjadi pemenang kontes kecantikan, bahkan bahagia karena batu akik! Ya, batu akik!

Kebahagiaan semata dinilai dari tingkat kesenangan (pleasure) yang diperoleh seseorang dari suatu barang atau orang lain. Dengan mudahnya seseorang menjadi kurang bahagia hanya karena kado yang ia terima tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki. Atau, ia dengan mudah menggerutu hanya karena merasa letih setelah seharian penuh mengurus bayi yang baru saja hadir ditengah keluarganya. Tiba-tiba menghardik hanya karena cangkir teh hangatnya tumpah tersenggol anak-anak yang asik bermain di ruang keluarga. Resah karena merasa kurang fokus menjalani ujian kenaikan, lalu jadi susah tidur di malam hari. Semua ini adalah lawan rasa dari kesenangan itu sendiri; kesedihan, penderitaan, kepedihan, resah, letih dan lelah - atau pain. Ketika kepedihan itu selalu kita rasakan, maka hidup ini tidak akan bahagia. Titik! Tapi benarkah?

Sulit bagi saya untuk percaya bahwa kebahagiaan hanya perkara pleasure dan pain semata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline