Lihat ke Halaman Asli

Hyginus aryaperkasa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Kaguya Hime No Monogatori Ft Hofstede

Diperbarui: 13 Oktober 2020   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Budaya patriarki sudah tidak asing lagi untuk didengar. Budaya yang menempatkan laki laki pada struktur lingkungan sosial. Hal ini terbawa hingga negara jepang yang tercermin dari salah satu film produksi jepang. Film "Kaguya Hime No Monogatari" yang tepatnya diproduksi oleh studio Ghibli pada tahun 2003. Film ini menggambarkan tentang masyarakat  dengan budaya patriarki yang merupakan tempat tinggal tokoh utamanya dan kondisinya sebagai seorang wanita membuatnya menderita karena penindasan patriarki, tokoh utamanya seperti harus dididik seperti putri bangsawan kemudian dilecehkan di sebuah pesta. Film "Kaguya Hime No Monogatari" hadir ditengah situasi masyarakat yang menganut budaya patriarki juga termasuk Jepang. 

Film "Kaguya Hime No Monogatari" dapat dijadikan sebagai refleksi mengenai ideologi patriarki yang sudah mendarah daging di Jepang (Adharani & Pasaribu, 2019). Budaya ini dapat dilihat dari kacamata pola budaya yang diklasifikasikan oleh Hofstede. Hofstede mengklasifikasikan pola budaya salah satunya menjadi maskulin dan feminin, maskulin merupakan pola budaya yang dominasi yang dilakukan oleh laki-laki pada suatu kelompok sosial (Samovar, Porter, Stefani & Sidabalok, 2010). Sementara feminin adalah pola budaya yang dominasi yang dilakukan oleh perempuan pada suatu kelompok sosial (Samovar, Porter, Stefani & Sidabalok, 2010). 

Sementara itu salah satu pola budaya yang diklasifikasikan oleh Hofstede adalah pengaruh kekuasaan yang tinggi yang menjelaskan budaya ini akan menganggap bawahannya berbeda dari dirinya dan sebaliknya. Dalam film "Kaguya Hime No Monogatari" dijelaskan bahwa pola budaya maskulin sangat kental yaitu  tentang masyarakat  dengan budaya patriarki yang merupakan tempat tinggal tokoh utamanya dan kondisinya sebagai seorang wanita membuatnya menderita karena penindasan patriarki, tokoh utamanya seperti harus dididik seperti putri bangsawan kemudian dilecehkan di sebuah pesta, selain itu di Jepang, tingkat patriarki juga masih sangat tinggi (Adharani & Pasaribu, 2019). Hal ini juga sama dengan pola budaya pengaruh kekuasaan yang tinggi, dicerminkan dalam film tokoh utamanya seperti harus dididik seperti putri bangsawan  agar kelas sosial yang ada terjaga. 

Samovar, L. A., Porter, R. E., Stefani, L. A., & Sidabalok, I. M. (2010). Komunikasi lintas budaya. Salemba Humanika. 

Adharani, D., & Pasaribu, R. E. (2019). Kajian Adaptasi Film Kaguya Hime No Monogatari: Refleksi Terhadap Masyarakat Patriarki Jepang Modern. Jurnal Seni Nasional Cikini, 5(1), 7-21. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline