Lihat ke Halaman Asli

Pembuatan Kebijakan Lingkungan yang Interaktif

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

LINGKUNGAN DAN PARTISIPASI
Pentingnya pergeseran konsep ganda
Pieter Leroy dan P.M. Jan van Tatenhove

Resume

Oleh: Hyashinta Amadeus Onen Pratiwi

Lingkungan dan partisipasi adalah dua aspek yang terkait erat dengan “green discontent”. Ketidakpuasan masyarakat meningkat seiring dengan keprihatinan terhadap lingkungan yang semakin meningkat pula. “Green discontent” mengarah pada ketidakpuasan ganda yang mengarah pada protes ketika keputusan akan dilaksanakan (planing) dan bagaimana cara untuk mencapai keputusan tersebut. Gerakan perubahan untuk menyelamatkan lingkungan sering digalakkan tetapi partisipasi masyarakat masih lemah. Partisipasi merupakan hal penting untuk permasalahan lingkungan dengan tujuan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan.

Pesan politis di belakang “the green discontent”

The green discontent merupakan kritik public terhadap kapitalisme dan ketidakseimbangan peran negara. Hal ini berdampak pada level partisipasi yang tergantrung pada organisasi dan konten yang disampaikan serta bagaimana inovasi yang dilakukan. Lingkungan dan partisipasi tidak dapat dipisahkan mengingat partisipasi merupakan salah satu kunci terlaksananya kebijakan liengkungan. Disisi lain terkadang kebijakan pemerintah sendiri tidak mendukung kebijakan lingkungan. Dengan kata lain suatu kebijkan justru semakin merusak lingkungan. Sebagai contoh yaitu industrialisasi yang dilakukan di berbagai daerah yang semakin menambah polusi dan limbah yang berbahaya di masyarakat.

Participation enforced and gradually institutionalized

Green discontent yang terdapat pada beragam aksi protes yang dilakukan baik oleh masyarakat lokal, aktivis lingkungan, dan perlawanan lain terhadap suatu kebijakan. Lagi-lagi terkadang legislasi melindungi aspek bisnis yang justru memberikan dampak yang buruk terhadaplingkungan. Oleh karena itu penting untuk mensinkronkan antara kebijakan institusional dan kebijakan lingkungan sehingga efektif untuk diterapkan. Selain itu juga dibutuhkan partisipasi dari penduduk lokal dan stakeholder laiinya. Penting untuk melaksanakan perencanaan spasial yang mencakup perencanaan structural dan regional. Jadi permasalahannya bukan hanya mengenai kebijakan lingkungan saja.

Nuclear energy: test case and an obstacle in the way of more participation

Nuklir merupakan sebuah peneluan yang dilematis. Disatu sisi nuklir berdampak positif terhadap ekonomi karena dapat menciptakan energy yang besar. Di sisi lain bahaya yang mengancam pun tidak kalah besar. Oleh karena itu muncul perdebatan antara pemerintah yang mendukung sistem nuklir dengan gerakan-gerakan lingkungan yang menolak nuklir. Nuklir memang dapat mengancam masyarakat di sekitarnya dengan radiasasinya dan juga berdampak pada hujan asam yang mungkin akan terjadi. Inilah yang tidak dipahami oleh berbagai kalangan. Oleh karena itu partisipasi politik dibutuhkan untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan menganai nuklir di suatu negara.

The effects of the new forms of participation

Kegagalan partisipasi di bidnga lignkungan memang sering terjadi. Salah satu penyebabnya adalah kurngnya partisipasi warga negara. Kegagalan juga terletak pada mekanisme partisipasi dimana strategi atau cara yang dialkuakn tidak dapat menjaring massa. Banyak masyarakat yang justru merasa tidak tertarik, tidak tersentuh sehingga untuk membuat suatu gerakan menjadi susah. Namun, partisipasi tetap harus dilakukan mengingat radikalisme para aktivis lingkungan juga menciptakan kekuatan baru. Sebagai contoh adalah semakin banyaknya organisasi lingkugnan berskala nasional maupun internasional.

Participation and the societalisation of environmental policy: from 1985 to the present day

This political context also tinged the debates and conflicts on environmental issues: protests were also aimed at the government’s decision-making process, even if the issue concerned was connected with the location plans or management of a particular business. Environmental protests were seldom aimed at trade and industry itself but rather at the government, which was expected to manage the environment on everyone’s behalf. Environmental policy was the responsibility of the government. Even the new instruments for participation related mainly to the transparency and accessibility of government decisions.(Leroy, Pieter & van Tatenhove, 2002 :p.174 )

Kebanyakan protes yang dilakukan oleh aktivis lingkungan adalah kebanyakan pada industry bukan pada pemerintah. Padalah menjadi penting disini adalah bagaimana pemerintah memainkan kebijakan tertentu mengenai lingkungan. Di zaman yang semakin transparan ini menuntut pemerintah harus mensosialisakikan suatu kebijakan sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuat ddan ditereapkan pemeritnah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Terdaapt 3 konsep disini yaitu:

1. Partisipasi

Partisipasi diperlukan agar dapat dilakukan pembangunan yang berkelanjutan (ongoing). Oleh karena itu tidak cukup hanya dengan partisipasi yang bersifat tentative atau sementara.

2. Sosialisasi

Sosialisasi dari kebijakan lingkungan berimplikasi pada semakin terbukanya proses pembentukan kebijakan yang lebih komunikatif. Dengan kata lain mediasi dengan pihak-pihak organisasi nin pemeritnah dan warga negara diperlukan agar pemeritnah tidak hanya bersifat reaktif tetapi aktif. Sifat itneraktif ini memberikan peluang kepada berbagai pihak untuk dapat menyuarakan kepentingannya. Kekurangan dari sistem ini adalah bagaiamna partisiapsi ayng dimaksudkan dapat memperlambat suatu kebijakan. Keunggulan sistem ini terletak pada kemampuannya untuk menghubungkan partisipasi, konsultasi, dan mediasi.

3. Marketisation (Partisipasi dan marketisation dari kebijakan mengenai lingkungan )

This marketisation stands for a variety of connected indicators. In the first place, as has already been stated, there is a shift in governance style, management strategy and the set of policy instruments used. Instead of resorting to direct regulation alone, the government also introduced market-conform instruments to entice citizens and businesses to change their ways in terms of the environment. By introducing pricing mechanisms, citizens and businesses are no longer addressed exclusively as ‘legal subordinates’, but also as consumers and manufacturers. As parties in the market, they have their own roles to play and their own responsibilities within the operative market mechanisms.( Leroy, Pieter & van Tatenhove, 2002 : p. 179 )

Marketisation berdampak pada sikap pemeritnah yang mulai meninggalkan tanggugnjawabnya dengan pertimbangan ekonomi atau pasar. Dalam pasar, privatisasi dan liberalisasi merupakan sutau hal yang wajar. Pembangunan ekonomi tidak dapat dipungkiri mengancam kelestarian lingkungan. Disinilah peran pemerintah untuk memonitoring. Konsekuensi dari privatisasi dan liberalisasi adalah bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi kebijakan lingkungan. Kebijakan lingkungan bahkan dapat hanya berupa formalitas demi keuntungan ekonomis.

The environment, participation and power: between the ‘green polder model’ and further democratization

Lingkungan dan partisipasi merupakan hal yang tidak terlepas dalam kebijakan mengani lingkungan. Tahun 1970gerakan lingkungan dilakukan secara politik radikal dengan memberikan tekanan kepada pihak yang mengancam kelestarian lingkungan. Partisipasi bahkan berkembang menjadi sebuah institusi karena cara yang digunakanbersifat politis dan strategi untuk mempengaruhi pengambilan kebijakan mengenai lingkungan. Pendekatan dilakukan terhadap pemerintah yang dianggap mempunyai power dan memgang kendali atas kebijakan.

Tahun 1980an berubah dengan adanya actor lain selain pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan. Aktor tersebut adalah keberadaan NGO yang turut mempengaruhi kebijakan lingkungan. Tahun 1990an masih ditemui adanya ketidakseimbangan kekuatan antara warga negara dan organisasi dalam mempengaruhi kebijakan lingkungan. Dibutuhkan bukan hanya keseimbangantetapilebih kepadademokrasi yang menghubungakan antara pasar dengan masyarakat (green polder model). Penerapannya terlihat pada program CSR yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk tetap peduli terhadap lingkugnan dan masyarakat sekitar.

Referensi

Leroy, P. and J. P. M. Van Tatenhove (2002). “Environment and participation. The shifting significance of a double concept.” Greening society. P. P. J. Driessen and P. Glasbergen (Eds.) The Netherlands, Dordrecht, Kluwer Academic Publishers: 163-184.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline