Lihat ke Halaman Asli

[MIRROR] Dimana Jempolmu?

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kebetulan Pak Sapri, enam puluh lima tahun, bekerja sebagai penjaga tempat pemakaman umum atau yang biasa disebut kuburan, mendadak sedang sakit. Entah siapa yang akan merawat batu-batu nisan dan pelataran TPU di samping rumah kecilnya itu. Anak-anaknya sudah tidak tinggal dengan Pak Sapri karena sudah bekerja di luar kota. Sementara istri tersayangnya sudah sejak lama telah meninggal.

“Nak Imo, bisa bantu Bapak? Kalo lagi nggak sibuk. Nanti ke rumah bapak ya?” pinta Pak Sapri dengan sisa tenaga yang dimilikinya.

Yang diajak bicara hanya menganggukkan kepala. Pertanda Paimo setuju saja. Pak Sapri bergegas pulang karena senja sudah tak menampakkan suryanya. Dan malam, pun telah menampakkan dirinya. Kesunyian malam telah mengantarkan Paimo menuju rumah Pak Sapri.

Dengan pelan ia mengetuk pintu Pak Sapri. “Masuk, Nak. Masuk saja.” Seraya berkata setelah mendengar ketukan pintuk. Paimo segera masuk ke dalam. Diajaknya Paimo duduk di sebelah tempat tidur yang tak berwujud itu.

“Nak Paimo, bapak minta tolong ya sama kamu. Bapak ini lagi sakit. Bisa, kan, gantiin bapak buat jaga pemakaman sebelah. Uhuk…uhuk…” jelas Pak Sapri sambil batuk-batuk.

“Siap pak. Paimo coba jalanin. Bapak istirahat saja, ya.” Jawabnya sambil mengambil senter di samping Pak Sapri.

Sesampainya keluar rumah, si Paimo langsung menelusuri pekarangan yang penuh dengan gundukan keramik. Sambil menyorotkan sinar senternya ke sudut-sudut kuburan. Ditakutkan ada perampok tali pocong yang pernah didengarnya. Dengan penuh tanggung jawab karena tak mau kecolongan, Paimo terus saja berkeliling di sekitar kuburan.

Di tengah perjalanan, ia menemukan suatu kejanggalan. Paimo mendengarkan suara tangisan perempuan. Paimo bingung sendiri karena malam-malam begini masih ada perempuan keluar. Tanpa basa-basi, Paimo mencari sumber suara. Ditelusuri suara itu, dimana suara itu, sampai dapat.

“Hiks…hiks…heeeeee…heeeeee…”

Paimo kaget dan mengucek-kucekkan matanya. Ia menemukan sesosok perempuan sedang duduk di atas makam.

“Ada apa, Mbak. Kok malam-malam gini masih di luar.” Sambil ia dekati tanpa ragu-ragu.

“Hiks…hiks…heeeeee…heeeeee…”

“Mbak, ada apa? Barangkali saja saya bisa bantu mbak.” Tanya Paimo sekali lagi.

“Hiks..hiks… Mas penjaga baru ya?” jawabnya.

“Iya, Mbak. Pak Sapri lagi sakit.” Terang Paimo.

“Mas, bisa minta tolong cariin ini nggak?” Kini perempuan itu berpaling menatap Paimo.

Terkejutnya Paimo melihat jempol mbak-mbak berbaju putih itu tidak ada. Dan kembali Paimo bertanya, “Jempolnya kemana, Mbak?”

“Tolong carikan jempol saya, Mas. Saya susah tidur kalo belum ketemu sama jempol saya.” Tanpa permisi, tiba-tiba perempuan itu menampakkan wajah aslinya yang sudah hancur.

Sontak saja Paimo berteriak, “Hantu jempoooool…! Brug…” Paimo terjatuh pingsan tak sadarkan diri.

***

HW Prakoso (No. 187)

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Cinta Fiksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline