Lihat ke Halaman Asli

UN CBT: Suatu Keniscayaan

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14291557351230547579

Ada yang menarik dari pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tahun ini. UN yang berlangsung pada tanggal 13 April kemarin (untuk tingkat SMA/SMK) dan 4 Mei mendatang (untuk tingkat SMP) tidak hanya dilakukan tertulis di atas kertas tetapi juga menggunakan komputer. Tersebutlah UN CBT—Ujian Nasional Computer-Based Test atau Ujian Nasional Berbasis Komputer—yang kini secara mudah ditemukan di berbagai media sebagai isu hangat yang banyak diperbincangkan. Banyak yang pro, pun tidak sedikit yang kontra.

[caption id="attachment_410408" align="aligncenter" width="512" caption="Suasana UN CBT hari pertama di SMAN 5 Bekasi (sumber: sinarharapan.co)"][/caption]

UN CBT yang sering disalahpahami menjadi “UN online” ini tidak sepenuhnya online. “Computer-based yang kita gunakan adalah semi online. (Ujian) dilayani oleh server di sekolah itu, tidak harus langsung terhubung ke server di pusat. Jadi tidak perlu ada koneksi internet pada saat ujian,” jelas Nizam Zaman, Kepala Pusat Pendidikan Kemendikbud, di sebuah wawancara di salah satu televisi swasta.

Mendengar kata “komputer”, banyak orang kemudian mengasosiasikan dengan “canggih”, “ribet”, dan “mahal”. Padahal, dengan bantuan sistem otomasi ini dapat menghemat waktu, mengeliminasi berlembar-lembar kertas, dan memangkas anggaran dalam proses pelaksanaaan UN. Selain itu, CBT yang konsepnya sudah dikembangkan dari 6 tahun lalu ini memang bertujuan agar selaras dengan perkembangan teknologi saat ini. Terutama karena pelajar yang mengikuti UN adalah generasi Z yang lahir pada rentang tahun 1998 – 2010. Mereka adalah digital native yang sedari kecil sudah melek gadget dan kehidupan sehari-harinya berinteraksi dengan internet. Menciptakan atmosfer ujian yang dekat dengan gaya hidup para pelajar adalah suatu langkah yang bijaksana.

Namun, sebagaimana suatu perubahan, ada banyak kekhawatiran mengenai pelaksanaan UN CBT ini. Some people worry about:

“UN CBT ini hanya sesuai untuk pelajar kota yang punya fasilitas, bagaimana dengan pelajar yang di daerah terpencil?” / “Apa harus dilakukan pengadaan komputer dan laptop dulu?”

Masih menurut Nizam Zaman, UN CBT hanya akan dilaksanakan jika sekolah memiliki sarana yang memadai. Jika tidak ada, tentu saja tidak usah dipaksakan. Ada beberapa SMA yang sarananya belum layak tetap melaksanakan UN CBT di SMK yang fasilitasnya lebih lengkap. Kendala sarana memang vital, tapi bisa diusahakan.

“Kayaknya ribet ya pakai komputer, nggak praktis.”

Sebelum melakukan ujian yang sesungguhnya, para siswa diberikan kesempatan untuk try out komputer dan sistem yang akan digunakan sehingga pada saat hari H mereka tidak akan grogi. Hasilnya, di beberapa SMK di Bandung, proses login dan sistem keseluruhan UN CBT berjalan dengan lancar. Bahkan sebagian besar siswa sudah menyelesaikan soal sebelum waktunya habis (Koran Sindo, 14/04/15).

“Bagaimana jika nanti listrik mati atau komputer hang?”

Anies Baswedan selaku Mendikbud memastikan tidak ada pemadaman bergilir oleh PLN  dan menghimbau agar sekolah menyiapkan genset cadangan. Teknisi juga disiapkan di setiap lokasi UN CBT agar ketika terjadi masalah terkait perangkat, dapat langsung diatasi. Waktu yang terbuang akibat adanya kendala teknis tidak termasuk dalam waktu pengerjaan ujian.

“Apakah keamanan soalnya terjamin?”

Sistem UN CBT menggunakan custom browser yang tidak bisa dengan mudah diubah atau diperbanyak oleh orang lain yang tidak berwenang. Sistem password juga diterapkan dengan memberikan password setengah jam sebelum ujian berlangsung. Tindakan pencegahan ini dinilai Kemendikbud lebih efektif dibanding distribusi soal manual yang rentan pencurian.

Tentu saja, dengan semua persiapan dan usaha yang dilakukan, UN CBT ini masih menunjukkan kekurangan di sana-sini yang menjadi evaluasi agar pelaksanaannya lebih baik lagi di masa mendatang. Saya pribadi sependapat dengan Nizam Zaman, bahwa penggunaan teknologi di bidang pendidikan adalah suatu keniscayaan. Tak hanya ingin sejajar dengan laju digitalisasi, penggunaan komputer ini juga diharapkan dapat membuka wawasan pendidik bahwa perangkat tersebut dapat dimanfaatkan untuk penilaian dan proses pendidikan pada umumnya. Pergeseran pandangan dan kesiapan fasilitas tentu saja bukan waktu yang singkat, tapi saat ini masyarakat kita perlahan mengarah kesana.

There’s indeed a journey to be experienced, prepared, and supported.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline