Lihat ke Halaman Asli

Bencana Alam dan Ketentuan Shalatnya

Diperbarui: 20 Februari 2023   06:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.tribunnews.com/internasional

Beberapa tahun terakhir ini khususnya Indonesia disambut dengan berbagai bencana alam yang datang bertubi-tubi. Bencana ini mengakibatkan tempat tinggal korban kondisinya rusak dan tidak bisa lagi untuk ditempati. Tentunya kondisi tersebut menyebabkan banyak masalah, salah satunya banyak orang kesulitan untuk shalat karena kondisi tempat yang tidak nyaman sebagaimana semestinya. Alhasil korban diungsikan ke tempat evakuasi atau pengungsian.

Shalat sendiri merupakan ibadah yang pertama kali diwajibkan oleh Allah swt kepada manusia khususnya umat Islam. Ibadah shalat dilakukan oleh seorang muslim sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan setiap hari, terutama ibadah shalat lima waktu. Shalat juga merupakan salah satu rukun Islam yang memiliki posisi sangat penting dalam struktur Islam.

Perintah untuk shalat wajib lima waktu berlaku semua orang mukallaf. Ada keharusan untuk terus melaksanakan shalat sepanjang hidup, bahkan termasuk orang yang sakit selama ingatannya masih ada. Sangat dimungkinkan bagi orang yang sakit mengalami kesulitan dalam pelaksanaan shalat. Oleh sebab itu, dalam kondisi tertentu syariat Islam memberikan toleransi kepada kita sesuai dengan kondisi masing-masing. Karena begitu pentingnya shalat dalam Islam sehingga dalam keadaan bagaimanapun, seseorang tidak diperkenankan meninggalkan kewajiban shalat meskipun dalam keadaan sakit.

Dalam hal ini, meskipun shalat adalah ibadah wajib yang telah ditentukan waktu, tempat, dan rukun-rukunnya, akan tetapi Allah swt memberikan rukhsah (keringanan) ketika dalam suasana bencana alam.

  • mengenai keringanan shalat saat bencana terkhusus madzhab Syafi’i, maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan ibadah pada saat bencana alam dapat dilaksanakan di atas prinsip kemudahan. Suatu ibadah tidak bisa berpindah status hukumnya kecuali oleh suatu sebab. Seperti misalnya ada dharurat atau udzur dalam malaksanakan ibadah shalat tersebab bencana alam. Termasuk terbukanya aurat saat shalat, shalatnya orang sakit, shalatnya orang yang tidak mendapati alat untuk bersuci yakni air dan debu, dibolehkannya shalat dengan jama’ karena sebab sakit. Semua udzur tersebut tidak menghalangi dari wajibnya melaksanakan shalat, tentunya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Wallahu A’lam bish Shawab.



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline