Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) merupakan fenomena yang merebak di era modern sebagai bentuk penyimpangan seks yang sangat dipengaruhi oleh pola asuh yang salah, kurangnya kasih sayang seorang ayah, pendidikan agama Islam yang kurang memadai dan pornografi yang sangat mudah terakses semua kalangan.
Pertumbuhan dan perkembangan anak mencangkup aspek-aspek penting yang harus diseimbangkan dan diarahkan secara khusus. Di antaranya: spiritualitas (keimanan), fisik (jasmani), kejiwaan (psikis), intelektual, emosi, moral, sosial, seksual, ekonomi. Jika orang tua dan guru mampu menyeimbangkan aspek-aspek pendidikan tersebut. Maka, akan tercapai pemahaman dan penyadaran tentang bahaya yang ditimbulkan oleh prilaku LGBT.
Istilah LGBT menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI):
- Lesbian, yaitu pasangan perempuan. Wanita yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya, atau disebut disebut sebagai wanita homoseks.
- Gay, yaitu pasangan laki-laki dengan laki-laki. Laki-laki yang mencintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya.
- Biseksual, yaitu orang yang mempunyai sifat kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), tertarik kepada kedua jenis kelamin ini. Baik kepada laki-laki maupun perempuan.
- Transgender, merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang di tetapkan saat mereka lahir. Transgender tidak menunjukan bentuk spesifik apapun dari orientasi seksual orangnya. Orang-orang transgender dapat saja mengidentifikasikan dirinya sebagai heteroseksual, homoseksual, bioseksual, panseksual, poliseksual, atau aseksual.[1]
Dalam pandangan Islam, pada dasarnya Allah Ta'ala menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan Allah Ta'ala berfirman, "dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.' (QS An-Najm: 45)
setelah Allah takdirkan itu semua, Lantas bagaimana bisa sifat seseorang bisa contoh kepada sesama jenis mereka? selama ini kita hanya bisa menyalahkan ketidak wajaran sosial ini. padahal penyebab utamanya adalah diri kita sendiri. kenapa?
bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H