Lihat ke Halaman Asli

Word of Mouth: Antara Briptu Norman dan Sumardy

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Strategi pemasaran word of mouth sudah dikenal sejak dahulu. Butle (1998)  menjelaskan bahwa word of mouth adalah komunikasi interpersonal antara dua individu atau lebih dalam suatu jaringan yang secara sadar atau tidak mengidentifikasikan suatu preferensi. Telah banyak study yang membuktikan bahwa word of mouth merupakan salah satu strategi pemasaran yang efektif serta berbiaya rendah. Akan tetapi bagai pedang bermata dua, maka WOM juga memiliki dua buah sisi. WOM bisa dalam bentuk positif dan dalam bentuk negatif. Seorang konsumen yang puas akan suatu barang atau jasa maka mereka akan menyebarkan WOM positif. Sedangkan bagi konsumen yang tidak puas maka mereka akan menyebarkan WOM negatif. Walau sama-sama WOM, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa efek WOM negatif lebih besar daripada WOM positif (Anderson, 1998; Richins, 1983). Oleh karena itu maka suatu perusahaan harus bisa melakukan recovery secepat nya jika ada komplain dari konsumen sebelum WOM negatif menyebar dengan cepat. [caption id="attachment_112570" align="alignleft" width="300" caption="Peti Mati (dok:koranmuslim.com)"][/caption] Beberapa hari belakangan ini tanah air diguncang "teror" peti mati. Setelah usut punya usut ternyata kirman peti mati tersebut bukan teror, melainkan strategi sebuah konsultan pemasaran yang ingin menarik perhatian publik. Mereka ingin mencoba melakukan word of mouth dengan memberikan kejutan kepada publik. Dalam jangka pendek mereka berhasil mengguncang publik khususnya media dengan peti mati tersebut. Satu, dua hari terakhir ini semua orang membicarakan kasus peti tersebut yang sedikit banyak akan memaksa khalayak ramai untuk mencari tahu siapakah Sumardy si CEO yang juga otak dari strategi tersebut dan apa motif nya. Jangankan kompasianer di Indonesia, kami-kami pelajar Indonesia di Selandi Baru pun tidak luput membicarakan kasus tersebut. Sekali lagi dalam jangka pendek Sumardy berhasil membuat sensasi. Memaksa publik untuk mencari tahu siapa dia. Efek ini sebenarnya sama dengan efek yang di buat oleh Briptu Norman Kamaru beberapa saat yang lalu. Ketika dengan goyang Indianya dia berhasil menggoyang youtube dan juga otomatis publik tanah air. Ketenaran Briptu Norman ini juga hasil dari WOM yang dengan sukses di inisiasi oleh youtube. Melihat pada kasus peti mati ini, menurut saya si inisiator melakukan suatu keteledoran yang fatal. Si kreator hanya memikirkan efek WOM nya saja dengan melupakan kesiapan target audiens dalam merespons pesan yang disampaikan. Banyak pengamat dan ahli pemasaran mengatakan bahwa Bapak Sumardy tidak melakukan survey dahulu terhadap target audiens yang akan menjadi object WOM. Saya setuju dengan statemen tersebut. Secara sederhana sebelum mengaplikasikan strategi ini harus dilakukan suatu analisis mendalam terhadap culture bangsa Indonesia. [caption id="attachment_112574" align="alignleft" width="300" caption="Briptu Norman (dok: bacain.com)"][/caption] Berbeda dengan Briptu Norman dan juga Sinta-Jojo, kemunculan mereka dengan WOM memang bergitu fenomena. Ditambah media-media seperti facebook dan twitter membuat nama mereka semakin melambung. Aplikasi WOM macam mereka inilah yang benar-benar alamiah dan natural. Sehingga hasil nya pun optimal. Sayang mereka hanya bisa membuat WOM tanpa bisa memelihara loyalitas konsumen. Jika mereka berhasil menjaga loyalitas konsumen, niscaya mereka sudah akan menjadi artis besar. Dalam kasus Sinta-Jojo dan Briptu Norman, WOM yang mereka suguhkan sesuai dengan target audiens nya. Dimana tidak terjadi resistensi. Dengan tidak terjadinya resistensi, maka WOM sebagai bentuk komunikasi akan brjalan lancar. Nah belajar dari kasus BUZZ& Co dan Sumardy ini maka sudah sepatut nya para marketer melakukan pertimbangan dan perencanaan secara komprehensif. Harus kita sadari bahwa strategi-strategi pemasaran yang berhasil di negeri Eropa belum tentu berhasil untuk pasar Indonesia. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline