di mana letak pilihan sejati?
Lembar kertas putih terhampar,
hanya satu nama pasangan, satu wajah pasangan,
bukan harapan,
hanya sebuah formalitas.
Di mana kebebasan itu?
Yang dijanjikan dalam gemilang demokrasi,
ketika tangan-tangan lemah
tak mampu menggenggam apa-apa.
Ini bukan tentang menang atau kalah,
ini tentang menjadi ada,
tentang suara yang seharusnya merdeka,
bukan sekadar angka di atas meja.
Pilihan telah dicabut,
seperti daun yang gugur di musim salah,
tinggal ranting yang rapuh,
menahan beban makna yang hilang.
Namun absurditas ini berbicara,
mengajarkan kita untuk bertanya,
apakah kita hanya penonton,
atau pemberontak dalam sunyi?
Di balik ritual kosong ini,
tersimpan nyala kecil,
sebuah harapan yang menunggu,
untuk kembali diberi ruang hidup.
Maka, biarlah hari ini menjadi pelajaran,
tentang demokrasi yang perlu kita perjuangkan,
bukan sekadar sistem,
tapi nilai yang membuat kita tetap manusia.
Banjarbaru, Tanah Banyuku 25 November 2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H