Lihat ke Halaman Asli

Husni Fahruddin

Advokat, politisi dan jurnalis

Incumbent Menang di Pilgub Kaltim

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Munculnya tiga pasang kandidat yakni Awang Faroek Ishak - Mukmin Faisal, Faridz Wadjdy - Aji Sopyan Alex, dan Imdad Hamid – Ipong Muchlissoni, menarik untuk diperbincangkan karena kemunculan ketiga pasangan ini bak drama politik yang telah di skenariokan sehingga terkesan sangat alamiah dalam kehidupan berpolitik.

Personal kandidat calon Gubernur Kaltim yang akan dipilih pada tanggal 10 September 2013 nantinya secara sadar bahwa pencalonannya akan mempengaruhi kehidupannya di masa yang akan datang, dari perspektif tersebut, tentunya individual privatisasi kepentingan akan saling bersilangan demi kehidupan pragmatis dan oppurtunis serta bisa saja pencalonan mereka demi nusa dan bangsa, para aktor ini telah terkondisi dan dikondisikan, namun yang menjadi objek penderita adalah para pemain pendamping yang murni dan tentu saja rakyat Kaltim, yang memilih dengan pilihan yang telah tersistematis mengarah kepada salah satu pasangan.

Pasangan yang paling menarik untuk dicermati adalah pasangan yang sebenarnya sampai dengan saat ini belum menyelesaikan permasalahan internal partai pengusungnya yakni pasangan Faridz Wadjdy dan Aji Sopyan Alex, pasangan ini lolos melalui jalur partai, dengan pengusungnya Partai Persatuan Pembangunan (P3) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), keretakan mulai terjadi manakala pasangan ini tidak dilegitimasi melalui sebuah Surat Keputusan dari DPP PDIP sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga internal PDIP dan mengusulkan nama lainnya untuk bertarung di pilgub.  Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kaltim berseloroh dengan aturan baku yang dimilikinya bahwa pasangan Faridz Wadjdy dan Aji Sopyan Alex tetap berhak menjadi kandidat dan PDIP tidak bisa menarik dukungannya sesuai dengan aturan main yang telah termaktub namun keputusan ini diputuskan dengan tidak cerdas karena memakan waktu yang begitu lama, tapi akan menjadi sangat cerdas bila keputusan ini telah di skenariokan sebelumnya.  Keputusan KPU Kaltim sangat membahagiakan rival lainnya, karena secara politik amunisi mereka tidak banyak habis meredam pasangan ini akibat terjadinya konflik internal yang berkepanjangan dan ajang pencitraan terhadap eksistensi PDIP di Kalimantan Timur.  Kemenangan dan Kekalahan Faridz Wadjdy dan Aji Sopyan Alex di Pilgub nantinya adalah sebuah pertaruhan eksistensi partai moncong putih, ketika pasangan ini menang maka dapat dijadikan ukuran bahwa eksistensi PDIP sebagai partai besar akan tumbang dan sebaliknya jika pasangan ini kalah maka eksistensi PDIP akan diakui sebagai sebuah mesin poltik yang menggurita di Kalimantan Timur.  Atas dasar asumsi ini maka PDIP akan menggunakan strategi jitu demi kekalahan Faridz Wadjdy dan Aji Sopyan Alex demi sebuah hargai diri yang tak terbeli.  Tsunami politik yang menerpa pasangan ini akan menguras energi dan membuat semakin sempitnya upaya strategi pemenangan dan tentu saja pasangan ini tidak akan mampu menciptakan elektabilitas yang maksimal dikarenakan perpecahan ini mengakibatkan investor-investor politik akan enggan menggelontorkan bantuannya dan hilangnya waktu melakukan sosialisasi.  Ukuran lainnya adalah manakala secara matematis kedua pasangan ini merupakan putra-putra daerah dari suku Banjar dan Kutai yang merupakan pemilih terkecil di Kalimantan Timur.  Sehingga asumsi yang dapat dikedepankan bahwa pasangan ini tidak akan mampu menjadi pemenang dalam pemilihan Gubernur saat ini.

Pasangan lainnya yang menarik untuk di analisis adalah Imdad Hamid dan Ipong Muchlissoni.  Pasangan yang lolos sebagai kandidat melalui jalur independen, lolosnya pasangan ini menjadi yurispudensi gugatan calon lainnya yang tidak lolos melalui jalur independen.  Transparansi data dukungan terhadap pasangan ini sangat tidak dikedepankan KPUD Kaltim, berbeda dengan keputusan yang diberikan KPUD Kaltim untuk pasangan Faridz Wadjdy - Aji Sopyan Alex yang dilakukan dengan tegas walaupun keputusan tersebut dilaksanakan diluar kota dengan keadaan yang luar biasa, berbeda dengan keputusan lolosnya Imdad Hamid dan Ipong Muchlissoni yang penuh dengan penafsiran ketika adanya pertemuan penyelenggara pemilu dengan pasangan ini di sebuah hotel, bahkan muncul demo di KPUD Kaltim demi memperjelas posisi penyelenggara pemilu dalam pertemuan tersebut, walaupun hasil gugatan masyarakat ke DKPP di tolak dan tetap memperjelas status komisoner sebagai penyelenggara pemilu.  Asumsi yang coba ditelaah adalah ketika pasangan ini bermasalah dengan verifikasi dukungan sebagai persyaratan calon independen kemudian dengan mudahnya diloloskan oleh KPUD Kaltim dan munculnya skandal pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu akibat pertemuan rahasia, namun tetap dapat lolos dengan sempurna maka skenarionya adalah pasangan ini akan dimuluskan untuk menjadi kandidat demi menghindari gagalnya pemilu bila hanya terdapat satu pasangan saja, karena apabila pasangan Faridz Wadjdy - Aji Sopyan Alex tidak lolos dan saat itu masih bermasalah dengan partai pendukungnya maka konsekuensinya harus ada pasangan kedua yang lolos demi berlangsungnya pilgub kaltim. Indikator ketercapaian suara lainnya adalah dari sisi kesukuan, Imdad Hamid seorang putra daerah sebagai mantan walikota Balikpapan yang sukses tentu saja memiliki kemampuan menarik suara masyarakat Balikpapan dan sekitarnya namun dapat diredam oleh kekuatan besar lainnya di Kota Balikpapan yakni mantan Wakil Walikota Balikpapan dan Ketua DPRD Kaltim Mukmin Faisyal yang berafiliasi dengan kandidat incumbent. Ketika Ipong Muhlisoni sebagai keterwakilan warga Jawa yang hadir sebagai kandidat maka seharusnya sosok ini mampu menarik suara mayoritas penduduk kaltim yang merupakan warga Jawa, namun ketika hal tersebut ditandemkan dengan kegagalan Ipong menjadi Walikota Samarinda maka sosok Ipong belum mampu menarik simpati warga jawa. Sehingga asumsi final untuk pasangan ini adalah kandidat yang hanya dipersiapkan sebagai pendamping, selayaknya pendamping tentu tidak akan bisa menggungguli aktor utamanya.

Pasangan yang telah memiliki persiapan dan perencanaan matang tentu saja Awang Faroek Ishak dan Mukmin Faisyal, sebagai petahana Awang Faroek Ishak yang menjadi kandidat kembali tentu saja dengan kekuasaannya mampu memainkan peran politis yang lebih komprehensif, popularitasnya dapat dilihat dari elektabilitas lembaga-lembaga Survei yang menempatkan pasangan ini pada posisi teratas. Sebagai seorang politisi senior, tentu saja sosoknya telah menanamkan doktrinisasi yang kental kepada koleganya yang juga sebagai wakil gubernur Kaltim Faridz Wadjdy, karena fakta menunjukkan bahwa kemenangan Awang Faroek Ishak dan Faridz Wadjdy pada tahun 2009 yang lalu lebih pada sosok central Awang Faroek Ishak bukan sebaliknya.  Dominasi awang Faroek Ishak ini yang membuat pada perhelatan kali ini menyingkirkan Faridz Wadjdy sebagai pasangannya. Sosok ini dapat diasumsikan sebagai seorang sutradara politik dalam pilgub Kaltim kali ini.  Kebencian beberapa partai politik karena tidak diakomodirnya kepentingan mereka selama masa kepemimpinannya, dapat diluluhkan sehingga berbalik arah memberikan dukungan, lihat saja Partai Demokrat ketika pada tahun 2009 yang lalu merupakan perahu utama partai pendukungnya yang kemudian dijadikan batu loncatan politik untuk dapat menjadi Gubernur namun sejurus kemudian ditinggalkan karena dengan mudahnya berlabuh kepada partai Golkar, hebatnya ditahun pesta politik kali ini, Demokrat tetap memberikan dukungannya kepada Awang Faroek Ishak, luwesnya demokrat dikarenakan ketua DPW Partai Demokrat Kaltim Isran Noor adalah kader Awang Faroek Ishak Sewaktu menjadi Bupati Kutai Timur, baik dan buruk Isran Noor ada ditangan Awang Faroek Ishak membuat peta perpolitikan menjadi terang benderang bagi gubernur incumbent. Mukmin Faisyal sebagai mantan Wakil Walikota Balikpapan, Ketua DPD Partai Golkar Kaltim dan juga sebagai Ketua DPRD Kaltim tentulah pilihan terbaik versi Awang Faroek Ishak.  Riak-riak perpecahan dipilihnya Mukmin Faisyal adalah strategi jitu sang sutradara untuk memetakan siapa pengikut setia dan siapa pembangkang terselubung.  Kepiawaan sang sutradara merangkul tokoh-tokoh utama komunitas dan paguyuban yang memiliki suara terbesar terutama dari warga jawa dan bugis membuat suara terbesar penduduk Kaltim mengalir deras kepada pasangan ini, kestabilan dan kesempurnaan mesin partai serta perencanaan dan sosialisasi yang maksimal menyedot para investor-investor politik untuk menanamkan jasanya demi kemenangan pasangan ini.  Awang Faroek Ishak masih sadar dan percaya bahwa masyarakat kaltim masih masyarakat awam yang belum cerdas dalam berpolitik sehingga strategi konvensional serta penampakan popularitas masih efektif dan efesien, ditambah lagi dengan kekuatan finansial yang dimiliki pasangan ini membuat asumsi penyadaran logika bahwa pasangan Awang Faroek Ishak dan Mukmin Faisal akan memenangkan pemilihan gubernur Kalimantan Timur di tahun 2013.

Adakah extraordinary strategic yang akan kembali dimunculkan ketiga pasangan, adakah pencerahan yang mengitari mindset selain pasangan Awang Faroek Ishak dan Mukmin Faisyal sehingga dapat berjuang maksimal tanpa seorang sutradara yang mengatur gerak langkahnya, rakyat Kalimantan Timur menunggu perubahan, masalahnya apakah perubahan ini menuju kearah yang lebih baik atau kearah yang lebih kelam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline