Lihat ke Halaman Asli

Anshor Kombor

TERVERIFIKASI

Orang biasa yang terus belajar

Ternyata KPK (Bukan) Anak Kandung Polri

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14309769261099233536

[caption id="attachment_382318" align="aligncenter" width="318" caption="BERANTAS KORUPSI: Rakyat selalu bersama KPK (www.kompas.com)"][/caption]

Dua Profesor Senior Menjawab Prof. Romli Atmasasmita Soal KPK-Polri

Kita telah sering mendengar perkataan ”KPK bagian dari Polri”, ”KPK anak kandung Polri” dan sejenisnya dalam berbagai kesempatan dialog maupun pemberitaan di layar kaca. Baik dilontarkan oleh kalangan internal Polri sendiri atau segenap pihak eksternal. Biasanya kalimat tersebut mengemuka, untuk meredakan kisruh antara KPK dan Polri yang sedang merebak berkenaan dengan kasus tertentu.

Ungkapan demikian wajar dalam kondisi normal, guna mengukuhkan sinergi antarinstitusi penegak hukum. KPK, Polri dan Kejaksaan memang dikehendaki senantiasa bersinergi, utamanya dalam pemberangusan korupsi. Bukan pula kerjasama untuk saling melindungi, bila sewaktu-waktu ada oknum di antara ketiga lembaga tersebut yang melakukan pelanggaran hukum maupun diduga korupsi. Toh ketiganya juga telah membuat MoU terdahulu, lantas wacana pembentukan Satgas Antikorupsi sekarang.

Hanya saja, dalam perkembangannya idiom-idiom tersebut membersitkan kesan yang berbeda. Sejumlah pertanyaan muncul ketika coba memahaminya, apa maksud kalimat-kalimat itu sebenarnya? Apa sekadar tuturan normatif yang menyelipkan orientasi sub-ordinasi taruhlah KPK dalam struktur Polri? Bila memang begitu pemahaman bahkan orientasinya, maka selain inkonstitusional sebab KPK samasekali tidak berkaitan tanggungjawab struktural terhadap pimpinan kepolisian, juga mencerminkan problem solving yang tidak permanen. Jangan heran, jika lantas konflik yang melibatkan KPK dan Polri masih saja terulang, serta cenderung mengusik ketenteraman masyarakat hingga periode kini.

Mengapa pula banyak kalangan yang mengklaim dirinya turut melahirkan KPK, terutama di sela-sela kekisruhan Polri dan KPK belakangan ini? Bukan hanya golongan elit politisi yang mengaku-aku, tapi juga para begawan akademisi dengan beragam predikat kepakaran selevel profesor. Tanpa bermaksud apriori, pandangan di antara mereka terasa bias untuk tidak dianggap tidak objektif, dengan kecenderungan menyudutkan lembaga antirasuah. Nah, dalam program Indonesia Lawyer Club (ILC) TVOne bertajuk KPK vs Polri: Ternyata Belum Berakhirkemarin, berbagai informasi yang tersampaikan cukup memberikan gambaran mengenai jawabannya.

Baru kali ini terasa bersemangat menyimak tayangan live tersebut sampai tuntas. Sebabnya, pakar senior OpaProfesor JE Sahetapy, dihadirkan pula sebagai narasumber malam itu. Tokoh yang teruji kemumpunian di bidangnya, serta diakui konsistensi dan integritasnya. Dirinya adalah magnet, selain tak sedikit mantan mahasiswanya yang menjadi tokoh-tokoh penting negeri ini, penjelasannya juga ceplas-ceplos sesuai kepakaran (hukum pidana) dengan segudang pengalamannya sejak zaman Londo silam. Ulasannya pun terasa mudah dicerna oleh kalangan berpendidikan tinggi maupun penalaran masyarakat awam.

Semula konotasi bahwa ”KPK anak kandung Polri” sempat dipertanyakan oleh politisi Gerindra, Desmond J Mahesa, dalam acara itu. Mungkin sebagai anggota Komisi III DPR RI yang tak kalah santer tersiar sebagai ”ruang persalinan” lembaga antirasuah, Om Desmond ikut bertanya-tanya atas pemakaian istilah tersebut. Pertanyaannya lantas mendapat penjelasan dari Kadivhumas Polri, Anton Charliyan, karena penyidik KPK berasal dari Polri selama ini. Entah apa hanya Anton yang berpandangan demikian, atau umumnya jajaran Mabes Polri juga memiliki pandangan serupa. Dan memang boleh-boleh saja, tidak dilarang pengertian macam itu.

Jika direnungkan, ungkapan itu kentara menempatkan KPK dalam relasi sub-ordinasi dengan Polri, meski andaikan berdalih tidak dalam struktural. Bagaimana pun kedudukan ”anak” sekalipun disebut ”anak kandung” tetaplah tidak sejajar, dibandingkan pihak yang merasa sebagai ”orang tua” secara denotatif. Pengistilahan tersebut juga tanpa disadari telah menyemai potensi disorientasi, atas sumbangsih Polri yang dikehendaki pula untuk turut menugaskan jajarannya sebagai penyidik lembaga antirasuah, demi kepentingan bangsa melalui tindakan pemberantasan korupsi. Tak ayal, bila perselisihan KPK-Polri masa pemerintahan SBY saja, juga sempat berbuntut penarikan anggota Polri yang sedang bertugas menjadi penyidik KPK dulu.

Tayangan yang juga sempat mengulas penangkapan Om Novel Baswedan mutakhir, dengan mendatangkan beberapa kalangan termasuk para korban beserta aparat Polres Bengkulu yang memberikan pengakuan, meski masih perlu diuji lewat pengadilan sepenuhnya nanti itu pun, sempat diwarnai klaim pihak yang rumangsa ikut melahirkan komisi antirasuah. Yakni, Profesor Romli Atmasasmita yang pernah menjadi saksi ahli pihak BG dalam praperadilan beberapa waktu lalu, mengaku dirinya ikut serta dalam pendirian KPK. Itu bisa disimak pada cuplikan testimoninya melalui telekonferensi yang bisa ditonton di You Tube berikut ini.

Prof Romli:

”...Tidak ada keadilan yang abadi. Tidak ada superioritas hukum pada siapapun, pada lembaga manapun. Saya tau KPK itu, saya juga ikut mendirikan. Tapi saya tidak apriori KPK itu harus kemudian menjadi (seperti) malaikat. nggak saya.”

Pengakuan tersebut kemudian langsung dikonfirmasi oleh narasumber lain, sesama profesor senior. Dalam hal ini,Opa Profesor Andi Hamzah, justru mengapresiasi prestasi KPK yang memenjarakan para pejabat sekelas menteri yang melakukan korupsi. Ia menegaskan:

Tadi Prof Romli mengatakan KPK, gini ya, dia memang dulu ketua penyusun UU KPK, saya anggota, ya. Jadi, sebenarnya seperti adanya Pansel segala macam itu, usul saya hasil kunjungan ke Thailand. Bahwa Thailand, KPK-nya itu dibentuk melalui Pansel. Panselnya itu Senat.

Tapi KPK itu dijadikan, apa itu, superbody, bahkan bisa supervisi kejaksaan saya (sama) sekali tidak setuju waktu itu. Itu usulnya Pak Romli justru. Iya kan. Saya tidak setuju, masa jaksa pun dikoordinir oleh ketua KPK? Terbalik itu. Tidak ada di dunia seperti itu.

Karni Ilyas (selaku pemandu diskusi saat itu juga sempat bertanya untuk memertegas kembali):

Jadi Pak Romli yang bikin (KPK) jadi superior?

Opa Prof Andi Hamzah:

Iya, dia, dia. Demi Tuhan dia!

Giliran closing dialog kala itu, Opa JE Sahetapy juga mengonfirmasinya. Walau ia tidak menyebut nama Prof Romli, namun implisit bisa dipahami maksud keterangannya. Lebih-lebih ketika ia menyampaikan konfirmasinya, sambil memandang ke arah televisi flat yang sebelumnya menayangkan telekonferensi Prof Romli di ruang tersebut.

Opa JE Sahetapy:

Jadi, saya dengar tadi, saya (orang yang dimaksud oleh Opa JE Sahetapy) ikut membidani lahirnya KPK, oh iya? Saya ada pada waktu itu di Komisi II, yang sekarang namanya Komisi III, di Senayan waktu itu. Kenapa lahirnya KPK, Pak? ...Ini sejarah. Saya heran, kok mantan murid saya itu, kok berlagak seolah-olah dia yang membidani, yang benar aja dong. Kalau tidak percaya buka kembali notulen-notulen itu.” (selengkapnya tonton di You Tube).

Walhasil, boleh dibilang sesungguhnya KPK bukanlah anak kandung Polri sebagaimana digaungkan untuk meredam konflik selama ini. Alangkah mendamaikan jika ikhtiar penyelesaiannya benar-benar dibuat paten, tanpa harus menggunakan ungkapan macam itu yang justru menyisakan resistensi mendatang. Solusi yang ditempuh jangan sampai ahistori. Dan KPK terlahir oleh kehendak rakyat dengan tekad menciptakan pemerintahan yang bersih, selaku pelaksana kedaulatan yang seutuhnya di tangan rakyat.

Referensi bacaan:

-Kompas

-Tulisan Yusril Ihza Mahendara di Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline