Lihat ke Halaman Asli

Anshor Kombor

TERVERIFIKASI

Orang biasa yang terus belajar

Filler ”Kasih Tak Sampai Polri-KPK” #2

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasa Penasaran Tak Berujung terhadap KPK?

Jika boleh menikmati dengan sudut pandang yang agak berbeda, geliat terbaru Kabareskrim yang konon siap menjerat penyidik KPK dalam penetapan tersangka BG, mungkinkah hanya bagian luapan penasaran yang tak berujung terhadap KPK terutama dalam perkara terkait?

Sebagai rangkaian peristiwa (tanpa bermaksud menyepelekan unsur-unsur materi hukum di dalamnya), riak-riak hubungan Polri-KPK terkini layaknya kisah romantika berbumbu konflik berkepanjangan, dengan latar persoalan hukum di bawah pendar lighting politik, kepercayaan masyarakat dan perebutan eksistensi personal. Lalu, bayang-bayang penasaran menghinggapi Polri pada KPK mengenai kasus tersebut?

Itu bisa dirunut semisal mulai dari penetapan tersangka BG oleh KPK lalu. Perkaranya sendiri pernah ditangani oleh Polri sebelumnya, dan karena dirasa tidak ditemukan pelanggaran hukum apapun, lalu KPK mengambil alih pengusutannya. Rasa penasaran seketika menyergap, ketika ”tiba-tiba” KPK menetapkan BG sebagai tersangka yang kemudian membiaskan prasangka upaya politis, seiring momentum pencalonan Kapolri saat itu.

Rasa penasaran tersebut lantas menggugah inisiatif, mengajukan gugatan praperadilan walau masih kontroversi. Masih segar dalam ingatan, salah satu tuntutan pemohon adalah mengambil alih berkas BG dari tangan KPK yang ternyata ditolak oleh hakim. Dari sini, muncul pertanyaan, mengapa permintaan tersebut sampai dijadikan poin gugatan yo?

Belum lagi, rupanya KPK tidak mengungkap bukti-bukti yang membikin penasaran dan ingin diketahui banget di sidang praperadilan. Meskipun kemudian risikonya termohon harus menanggung ”kekalahan” yang sempat disesalkan pula oleh sejumlah kalangan. Terlebih karena akhir persidangan menetapkan putusan di luar dugaan. Yakni, status tersangka BG digugurkan hakim. Pada titik ini, person-person dua lembaga penegak hukum yang semestinya tidak tersandera konflik sedemikian jauh itu, tetap disandarkan pada azas praduga tak bersalah. Toh setiap diri mereka sama-sama bukan malaikat.

Dalam perkembangannya kasus BG dilimpahkan oleh KPK pada Kejagung, setelah putusan praperadilan juga menggugurkan kewenangan lembaga antirasuah tersebut dalam penanganan selanjutnya. Usai pertemuan jajaran Polri, KPK, Kejagung dan lainnya. Tak lama berselang dari penunjukan Plt. Pimpinan KPK, sesudah AS dan BW ditetapkan nonaktif sementara. Pelimpahan itu pun sempat diprotes keras oleh sekalian pegawai internal KPK.

Kejagung ternyata menangani peralihannya hanya tak sampai dua bulan. Dari rilis berbagai media, alasannya mengacu MoU antara KPK, Polri dan Kejagung tahun 2012 silam dan karena Polri pernah menyelidikinya. Kejagung lalu hanya memberi rekomendasi untuk pendalamannya lebih lanjut. Segenap pihak menyayangkan langkah yang diambil Kejagung tersebut. Imbasnya justru dapat menyiprat pada kepolisian.

Usai praperadilan hingga sekarang, KPK nyaris tanpa reaksi yang berarti. Sikap diam civitas lembaga antirasuah yang cenderung selalu diam itu, serasa kian memantik penasaran tak hanya elemen Polri tapi juga kalangan lainnya. Tentu kita sering mendengar dari media cetak maupun elektronik tanggapan seperti, ”Kalau AS merasa tidak bersalah, mengapa tidak menggugat ke praperadilan?” Jika BW memang benar, mengapa tidak mengajukan gugatan praperadilan? Mengapa KPK hanya diam? Dan seterusnya.

Pada titik ini, rasanya kurang tepat jika berprasangka jangan-jangan KPK memang salah. Tentu kita tidak bisa dan tidak ingin membayangkan betapa banyak hal yang dipertaruhkan jika demikian adanya. Azas praduga tak bersalah tetaplah kudu menjadi pegangan. Lagi pula sikap diam tidak sertamerta menjadi bukti kesalahan. Bisa jadi diam hanya untuk mengimbangi BG yang juga lebih sering terdiam, sehingga kondisi sosial tidak bergejolak melulu.

Yang ramai diperbincangkan sekarang, tentang gelar perkara dengan menghadirkan sejumlah pihak. Berkenaan dengan itu, KPK dan PPATK yang rencananya diundang ternyata mengaku belum menerima undangan, sebelum dikabarkan batal dan ditunda gelarannya. Lalu, pernyataan Kabareskrim yang mengancam oknum (KPK) yang ikut menetapkan BG tersangka ke ranah hukum, dengan lagi-lagi memakai putusan praperadilan sebagai bukti awal yang kuat. Saat polemik hasil praperadilan dimaksud tak kunjung sirna.

Maka, pihak-pihak yang berkepentingan diharapkan bisa lebih mengendalikan diri. Andaikan memang dibayang-bayangi rasa penasaran, itu pun wajar. Sebagaimana masyarakat yang telah seringkali dibikin penasaran dalam berbagai persoalan hukum. Dan bukankah rakyat selalu diminta bersabar dengan ucapan, ”Biarlah pengadilan yang memutuskan nanti” selama ini tho?

Kita pun hendaknya belajar dari sosok Paul Walker, salah seorang tokoh dalam film layar lebar Fast and Furious 7 yang sedang digandrungi masyarakat kini. Aksi kepeduliannya terhadap sesama yang memesona dan membumikan nilai-nilai yang terasa semakin langka dewasa ini. Bagaimana pun memang banyak hal yang lebih penting di luar ihwal yang bersifat pribadi maupun kelompok.

Walhasil, semoga pertanda dari Bareskrim yang diberitakan mutakhir juga hanya filler lakon ”Kasih Tak Sampai Polri-KPK” tanpa harus berlanjut dramaturgi Cicak vs Buaya jilid berapa pun di kemudian hari. Negeri ini sedang terkungkung darurat atas perbaikan nasib rakyat yang terus megap-megap. Wallahu a’lam bish-shawab!

Tulisan sebelumnya: Filler ”Kasih Tak Sampai Polri-KPK” #1

Referensi:

-Kompas Kejagung

-Metro News Kejagung

-Jawa Pos Bareskrim

-Kompas KPK

-Kompas PPATK




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline