Lihat ke Halaman Asli

Husna Mafaza

Full mom

Meningkatkan Literasi Anak di Masa Pandemi

Diperbarui: 29 Januari 2021   14:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tingkat literasi anak yang masih rendah, tentu akan berdampak pada kualitas generasi penerus bangsa ke depannya. Padahal kegiatan membaca akan sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan cara berpikir seseorang. Apalagi di era pandemi seperti sekarang ini, dengan belajar daring, anak cenderung lebih akrab dengan gadget. Kebiasaan ini sangat menguntungkan jika dapat dimanfaatkan dengan baik, anak bisa mendapat sumber literasi yang lebih kaya. Namun, tak sedikit yang malah menjadi momok bagi orang tua di rumah karena sang anak lebih banyak bermain game, media sosial atau menonton video di youtube yang dinilai kurang bermanfaat.

Pada akhirnya, memberikan alternatif kegiatan yang positif bagi anak menjadi tantangan bagi orang tua di rumah. Salah satu kegiatan yang dapat menjadi pilihan adalah membaca buku. Membaca adalah jendela ilmu. Bahkan ayat Al-Qur'an yang pertama kali turun adalah perintah untuk membaca. Dengan membaca akan memperkaya khasanah keilmuan anak.

Banyak membaca akan menjadikan seseorang menjadi serba tahu, meski serba sedikit, namun memiliki spesialisasi tersendiri yang ia tekuni. Pun dalam memberikan kebermanfaatan, apa yang akan kita tuang jika tak memiliki apa-apa yang bisa dituangkan? Begitulah ilmu menjadikan seseorang lebih mudah untuk memberi manfaat kepada orang lain menggunakan ilmu yang dimilikinya. [1]

Sayangnya, menulis dan membaca memang belum menjadi budaya yang mengakar kuat di Indonesia. Anak hanya terpaku pada jadwal belajar di sekolah dan kewajiban dalam membaca buku pelajaran, itu pun dibaca jika akan diadakan ujian saja. Bukan berarti menganggap buku pelajaran tidak penting, namun yang harus ditumbuhkan adalah keinginan untuk mengetahui hal-hal baru dengan membaca. Membaca dari buku apapun itu, karena sejatinya pengetahuan tidak terbatas pada buku pelajaran saja. Bahkan di zaman yang serba digital ini, telah tersedia banyak e-book di berbagai aplikasi, baik yang berbayar maupun gratis.

Apabila keingintahuan dan minat baca yang rendah ini dibiarkan berlarut, maka akan berpengaruh pula terhadap kualitas anak-anak bangsa, yang nantinya akan meneruskan estafet kepemimpinan Indonesia. Tentu harus ada yang dibenahi dan membenahi. Pertanyaannya kemudian adalah, siapa? Siapa yang bertanggung jawab dan bisa berperan untuk memperbaiki? Jawabannya tentu semua memiliki peran, mulai dari orang tua yang berperan mencontohkan anak membaca, sekolah yang menciptakan lingkungan mendukung untuk membiasakan budaya membaca, serta pemerintah yang bertanggung jawab menyediakan buku-buku bacaan berkualitas. Tak dapat dipungkiri bahwa, di beberapa pelosok Indonesia masih ada daerah yang minim buku-buku pelajaran, terlebih buku lainnya.

Sejatinya, anak-anak hanyalah mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tua dan lingkungan di sekitarnya. Anak akan melihat, mengamati, dan mendengar apa yang dilakukan serta dibicarakan orang tuanya. Anak adalah peniru ulung.

Begitu pula perihal membaca. Anak yang sehari-harinya dicontohkan membaca oleh orang tuanya, pasti akan lebih mudah untuk meniru hal tersebut. Apalagi orang tuanya juga memfasilitasi buku untuk anaknya, meski masih kecil, tak masalah untuk mulai dikenalkan dengan buku. Setelah itu, bisa disediakan buku-buku anak yang bergambar dan berwarna-warni agar menarik. Orang tua berperan untuk membacakan dan menceritakan kembali tentang isi buku agar anak mengerti bahwa buku juga mengandung makna dan cerita.

Uniknya, bahkan ketika sang anak belum bisa membaca, ia akan berperan dan berpura-pura seakan-akan sudah bisa membaca. Ketika melihat orang tuanya sedang membaca, ia akan terdorong untuk ikut mengambil buku yang ia punya dan membolak-balikkan halaman meski hanya melihat-lihat gambarnya. Atau sang anak malah bisa bercerita sesuai apa yang pernah dibacakan oleh orang tuanya, ia bisa hafal jalan cerita hanya dengan melihat buku bergambar. Selain itu, ia juga bisa mengarang cerita sendiri sesuai imajinasinya dengan melihat gambar yang ada. Dengan begitu, kreativitas anak pun bisa tumbuh berkembang. Bahkan dengan membaca, akan sangat membantu seorang anak untuk mendapatkan banyak ide-ide unik serta memancing ide baru untuk melakukan berbagai aktivitas [2].

Mulai dari sekarang, mulailah mencontohkan hal-hal positif kepada anak-anak kita. Jika ingin memiliki anak yang gemar membaca, cerdas, dan berpengetahuan luas, maka bersiaplah menjadi contoh teladan terlebih dahulu. Usahakan investasi dengan membeli buku sedikit demi sedikit, membaca setiap hari. Kuncinya terletak pada orang tuanya, Ayah Ibunya harus terlebih dahulu mencintai buku serta mengusahakannya, demi generasi yang lebih baik.

Sumber:
Sumber 1: Afifah Afra, How to Be A Smart Writer, (Surakarta: Indiva Media Kreasi, 2007), hal. 56.
Sumber 2: Joni L. Efendi, Writing Donuts, (Jogjakarta: Bukubiru, 2009), hal.96.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline