Lihat ke Halaman Asli

Husna

College student

Masih Ingin Menjadi Cinderella?

Diperbarui: 22 Juni 2023   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Siapa sih yang tidak kenal dengan Cinderella? Sesosok putri dari cerita rakyat klasik yang sudah menjadi dongeng pengantar tidur dan berhasil membuat anak perempuan akan menjawab dengan lantang ingin menjadi Cinderella apabila ditanya apa mimpi mereka. Menjalani hidup yang sempurna dengan penuh cinta dan kasih bersama seorang pangeran setelah dirinya terjebak di dalam belenggu kejahatan yang diciptakan oleh ibu tiri dan kedua saudarinya terdengar seperti suatu impian dengan akhir yang bahagia bagi seluruh kaum perempuan.

Akan tetapi, di balik cerita penuh cinta Cinderella, terdapat suatu permasalahan kompleks di dalam diri Cinderella.  Menurut Collete Dowling dalam bukunya dengan judul The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence dinyatakan bahwa perempuan memiliki suatu kecenderungan tersendiri untuk bergantung secara psikis dan emosi kepada orang lain, terutama laki-laki. Hal ini digambarkan sangat jelas di dalam cerita Cinderella melalui karakternya yang lembut hati, tetapi rentan. Cinderella menjadi sosok yang enggan untuk memberontak tindakan jahat ibu tiri dan saudarinya meskipun dia tahu bahwa hal tersebut adalah salah dan memutuskan untuk menunggu sosok pangerannya untuk datang menyelamatkannya. Sifat Cinderella ini menggambarkan bahwa perempuan tidak bisa dan tidak berani memanfaatkan kemampuan otak dan kreativitasnya dengan optimal.

Tanpa disadari, ketergantungan secara psikis ini hadir di tengah masyarakat kita, khususnya para perempuan, yang sangat mengidamkan kebebasan, tetapi memilih untuk menahan dirinya dan menunggu bantuan dari orang lain. Seolah-olah sudah menjadi hakikatnya, perempuan tanpa sadar akan mengabdikan dirinya untuk mendapatkan cinta, pertolongan, dan perlindungan dari laki-laki atas permasalahan yang dihadapinya. Tidak hanya itu, sindrom Cinderella turut memperkeruh proses perencanaan karir para perempuan. Perempuan sering terjebak di dalam pikiran yang tak berujung sehingga melewatkan kesempatan untuk berkembang yang ada di depan mata mereka. Pikiran para perempuan terus berkutat pada permasalahan diskriminasi gender yang masih sangat kental di Indonesia. Bahkan sebelum bisa mencapai kebebasan yang diidamkan, langkah perempuan sudah berhenti terlebih dahulu karena rasa takut mereka.

Dewasa ini, banyak bermunculan para perempuan hebat yang berani untuk keluar dari rasa nyaman mereka menjadi Cinderella. Pemberdayaan perempuan atau lebih sering dikenal sebagai women empowerment adalah proses penyadaran mengenai peran dan hak perempuan dengan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi lebih besar. Pemberdayaan perempuan adalah eksekusi berkelanjutan dari emansipasi wanita yang digadang-gadang oleh R.A. Kartini. Peran perempuan saat ini tidak hanya terbatas dalam urusan rumah tangga saja, tetapi juga dalam berbagai bidang lain, seperti politik, kesehatan, ilmu teknologi, dan lain-lain.

Hal ini merupakan kejadian membanggakan dan mengharukan yang menandakan bahwa para perempuan telah berani bertindak meraih kebebasan dirinya tanpa menunggu orang lain untuk berdiri dan berpihak pada mereka. Jadi, masih inginkah kalian menjadi seperti Cinderella? Atau muncul suara dari dalam dirimu untuk berani bertindak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline