Sepakbola merupakan olah raga masyarakat seluruh dunia. Semua lapisan masyarakat di dunia ini sangat mencintah cabang olah raga Sepak Bola ini. Mulai dari anak-anak sampai rakyat orang sudah tua-tua pasti menyenangi sepak bola. Sehingga dapat dipastikan, tak ada orang di dunia saat ini yang tak tahu apa itu sepakbola.
Paling kurang, selama hidupnya, manusia normal pernah menendang bola.Karena begitu banyaknya pengemar sepakbola di dunia ini sehingga sepak bola menjadi sebuah industri sebagai sumber kehidupan manusia. Sejak dulu, melalui sepak bola telah melahirkan milyader-milyader dan maha bintang.
Tidak ketinggalan Indonesia. Negara yang subur makmur yang kita cintai ini sudah lebih satu dekade sepak bola dikelola secara profesional. Banyak klub-klub tumbuh bagai jamur di musim hujan di berbagai daerah. Sampai saat ini sudah bergulir kesekian kalinya liga profesional .
Tentu saja klub-klub yang profesional itu memiliki sporter atau pendukung atau pencinta masing-masing dan sangat militan terhadap klub kesayangannya. Sebutannya juga bermacam-macam sesuai dengan identitas masing-masing klub. Misalnya ada Jackmania, Bonex, Aremania dan yang lain sebagainya.
Sporter bagi sebuah klub sepakbola adalah mesin bagi berkembangnya klub. Melalui spoter klub-klub bisa meraih pundi-pundi finansial. Mulai dari tiket, jersey, buah tangan dan hal-hal lain yang dijual untuk finansial klub. Bukan sebuah rahasia, semua pemilik atau pemegang saham secara profesional meraup keuntungan dengan adanya sporter. Sehingga antara klub dan sporter sepakbola terjadi hubungan mutualisme, saling menguntungkan.
Para sporter datang ke stadion sepakbola dengan cara membeli tiket dan tentu saja mereka datang untuk memperoleh tontonan yang menarik dan menyenangkan. Mereka ingin melihat idolanya mengocek bola bundar di lapangang pertandingan. Tentu dengan harapan klub kesayangan memperoleh kemenangan disetiap pertandingan. Bila ini yang diperoleh pasti mereka terpuaskan. Karenanya, mereka akan datang kembali untuk menyaksikan pertandingan selanjutnya dan seterusnya.
Tetapi terkadang para pemilik klub, para panitia pelaksana pura-pura tidak tahu apa yang dingini para sporter. Mereka (khusus klub-klub di Indonesia) terkadang hanya melihat keuntungannya saja. Sehingga tidak memperhatikan kenyamanan para sporter atau penonton sepakbola. Baik fasilitas stadion dan yang lainnya. Termasuk yang parah adalah menjual tiket melebihi kapasitas stadion. Akibatnya, para sporter berdesak-desakan, hal ini dapat menyebabkan terjadi suasana yang tidak menyenangkan bahkan beringas dan akhirnya chaos.
.
Begitupun, klub-klub sepakbola di Indonesia tidak memberi edukasi-edukasi intensif terhadap hal-hal yang tak boleh dilakukan saat tim kesayangan sedang bertanding atau selesai bertanding. Terkadang, para pemilik klub membiarkan fanatisme berlebihan atau membabibuta para sporternya. Tujuannya agar para sporter sanggar untuk meneror lawan-lawan agar lawan ketakutan dan tak bisa mengembangkan permainan. Begitu juga dapat meneror wasit agar memimpin pertandingan tidak fair lebih dan menguntungkan tuan rumah. Hal ini terjadi secara menerus untuk semua klub.
Semestinya, pemilik klub nemiliki kewajiban menciptakan suasana yang nyaman. Selain itu juga memilki kewajiban memberi edukasi dan pembinaan kepada para sporternya. Sehingga setiap pertandingan berjalan dengan semestinya. Kejadian-kejadian yang tak diinginkan tiddk akan terjadi.
Bila pengelolaan sepakbola di Indonesia dapat dilakukan dengan baik seperti pengelolaan klub-klub sepakbola di Eropa maka dapat dipastikan setiap kali menonton sepakbola akan menyenangkan bukan luka mendalam. Mudah-mudahan Tragedi Kanjuruhan tidak akan terulang lagi. SEMOGA (**DJ)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H