Bu Risma, mantan Wali Kota Surabaya, saat ini tercatat sebagai salah seorang menteri sosial (mensos) dalam kaninet kerja Pak Jokowi. Politisi PDIP ini terpilih menjadi mensos menggatikan mensos sebelum yang juga politisi PDIP yang terlibat korupsi dana bantuan sosial (bansos).
Kehadiran sosok Risma di kementerian sosial menjadi perhatian khusus di mata khalayak. Sebab, sepak terjang beliau sudah sangat diketahui oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia terutama pulau Jawa. Sehingga banyak orang yang menanti kiprahnya sebagai menteri sosial.
Lalu, bertambah lagi sorotan bahkan terjadi pro dan kontra, setelah beberapa hari dilantik, beliau melakukan "blusukan" menemui beberapa kaum dhuafa dan orang-orang home less di Jakarta.
Meskipun kemudian beliau mengoreksi di DPR tidak melakukan "blusukan", hanya kebetulan saja menemukan beberapa pengemis saat melewati jalan prokol di Jakarta. Seperti di Jalan Sudirman Thamrin.
Bagi saya, terserah pro dan kontra, semestinya seorang pemimpin apalagi seorang menteri harus melakukan sesuatu untuk seluruh rakyatnya. Apapun kepentingan rakyat harus diperjuangkan sampai titik keringat terakhir. Apalagi sesuai dengan tupoksi yang telah ditetapkan sehingga tidak tumpang tindih.
Faktor "Lucky"
Saya yakin, menjadi seorang menteri bagi seorang Ibu Risma bukanlah tujuan utama. Sebab, sebelum dilantik jadi menteri wartawan pernah menanyakan hal itu. Tetapi Bu Risma menjawab terserah ibu (maksudnya, Ibu Megawati Soekarno Putri, ketum PDIP). Secara inplisit beliau ingin mengatakan bahwa bila sudah ditugaskan partai beliau siap-siap saja.
Begitupun, di sini juga saya ingin mengatakan, Bu Risma menjadi mensos ada faktor "Lucky"nya.
Pertama, saat masa jabatannya sebagai walikota hampir berakhir tetiba posisi mensos kosong. Terserah kosong penyebabnya apa. Kebetulan, kekosongan jabatan mensos, yang juga politisi PDIP karen OTT KPK.
Kedua, sangat kebetulan, seperti gayung bersambut. Posisi menteri yang kosong adalah mensos. Posisi tersebut sangat cocok dengan karakter bu Risma.