Lihat ke Halaman Asli

Djamaluddin Husita

TERVERIFIKASI

Memahami

Saat Terkikisnya Rasa Nasionalisme

Diperbarui: 17 Agustus 2015   14:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BILA pada saat penjajahan dan pada masa pergerakan kemerdekaan rasa Nasionalisme itu langsung dirasakan oleh anak bangsa karena merasa  betapa pedih  hidup cengkeraman penjajah. Sebagai pengingat (mungkin ada yang sudah lupa), Indonesia di Jajah oleh Natherland alias Belanda selama 350 tahun. Kemudian di Jajah oleh Japon alias Jepas selama 3,5 tahun. Kedua-keduanya membuat Indonesia menderita.

Meskipun kita tidak pernah mengecap bagaimana hidup dibawah penjajahan Negara Asing. Tetapi melalui cerita  kakek dan nenek yang pernah hidup di era penjajahan atau membaca buku-buku sejarah Indonesia  kita pasti merasakan penderitaan mereka. Mereka hidup di lumbung padi tetapi tidak pernah mengecapkan kenikmatan.

Bahkan saya pribadi pernah melihat Abang Kakek saya yang kehilangan kakinya karena berperang melawan Belanda dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Melihat fakta-fakta itu secara outomatis rasa nasionalisme memuncak untuk mempertahankan bangsa ini dari rongrongan penjajahan meskipun saat ini pola menjajahan sudah berbeda.

Terkikisnya Rasa Nasionalisme

Saat ini kemerdekaan Indonesia hampir satu Abad atau tepatnya berusia 70 tahun. Tentu saat ini tidak ada lagi  cerita-cerita  heroik yang disampaikan oleh para pejuang secara langsung. Apalagi kehidupan sangat jauh berubah. Perubahan pola hidup akan berdampak secara perlahan-perlahan pada terkikisnya rasa nasionalisme.  Apalagi situasi dan kondisi bernegara dan berbangsa sudah hilang rasa kebersamaannya.

Banyak factor penyebabnya, salah satunya adalah kesejahteraan dan kemakmuran yang masih belum dinikmati oleh semua kalangan secara merata. Kesejahteraan dan kemakmuran dinilai hanya dinikmati oleh segelintir orang saja.

Begitu juga prilaku oknum pejabat bangsa mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah yang memiliki mental koruptif. Memanfaatkan wewenang yang ada untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroni-kroninya.

Kemudian langkanya lapangan kerja membuat anak bangsa tidak ada waktu mencintai bangsanya sendiri. Mereka terkadang harus berangkat ke luar negeri yang menjanjikan angin surga. Sehingga sesampai di sana banyak yang lupa bahwa mereka adalah lahir di Negara yang bernama Indonesia. Saya pikir, kalau tidak dibatasi oleh administrasi kenegaraan, mereka akan berbondong-bondong menjadi warga Negara yang memberi mereka dapat bertahan hldup.

 

Kemudian bagi generasi muda (anak-anak kita yang masih sekolah) mereka juga lupa apa yang dinikmati sekarang adalah hasil perjuangan para pahlawan yang rela berkorban baik harta, tenaga dan jiwa raga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline