Lihat ke Halaman Asli

Djamaluddin Husita

TERVERIFIKASI

Memahami

Begal , Gambaran Negeri yang Sedang Sakit

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Istilah begal kini menjadi sangat populer dalam masyarakat. Hal ini tidak terlepas  dari pemberitaan di media massa baik secara online maupun bukan. Bahkan , hampir semua stasiun TV memberitakan dan mengupas habis-habisan aksi-aksi  begal yang terjadi.

Aksi begal berkaitan dengan upaya-upaya perampasan terutama yang dilakukan di jalan raya. Konon, selama ini aksi begal diyakini dilakukan oleh sekelompok orang yang dikenal dalam geng motor. Pada umumnya mereka-mereka masih berusia masih muda-muda.

Hampir di seluruh kota-kota besar aksi begal sangat sering terjadi. Akibatnya muncul rasa tidak aman alias takut atau was-was dalam masyarakat. Apalagi mau keluar rumah. Kekhawatiran akan dicegat di jalan raya pasti muncul dalam benak setiap orang. Apalagi ada perhiasan atau hanya sekedar menjinjing  tas biasa. Rasa takut dirampas dijalanan pasti muncul.

Konon, pelaku begal di jalanan umumnya adalah sekelompok orang yang masih dapat dikategorikan anak muda. Dalam aksinya mereka muncul menggunakan motor dalam kelompok tertentu yang dikenal sebagai geng motor. Aksi-aksi mereka kerap sangat sadis. Sampai menelan korban Jiwa.

Sebagai manusia, melakukan apa yang bertolak belakang dengan norma-norma yang ada pasti ada penolakan dalam hati kecilnya. Semua manusia memiliki kecenderungan melakukan hal-hal yang normal-normal saja. Hidup tenang, tidak mau menganggu orang lain dan sebagainya.

Banyak yang berkesimpulan salah satu factor munculnya aksi-aksi begal karena ketimpangan ekonomi. Tidak ada lapangan kerja yang cukup mampu menampung mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bahkan kebutuhan hidup sehari-hari tidak bisa terpenuhi meskipun kebutuhan primer saja karerna biayanya semakin hari semakin tinggi. Belum lagi gaya hidup yang semakin glamour. Semua itu membutuhkan biaya yang tinggi.

Dalam kondisi negeri yang seperti ini, muncullah kecemburuan sosial. Kenapa orang lain begitu mudah memperoleh kebutuhan sehari-sehari bahkan lebih dari yang mereka butuhkan. Para koruptor yang bebas pergi kemana-mana dan ada yang tidak tersentuh hukum sekalipun menjadi pementik muncul-muncul aksi-aksi yang tidak diinginkan.

Tidak perlu ada analsis yang mendalam melihat kondisi negeri ini saat ini. Memang negeri ini masih dalam keadaan sakit. Para elit sibuk dengan urusan mereka sendiri-sendiri. Pertengkaran-pertengkaran bukan hanya terjadi diakar rumput saja. Tetapi faktanya mereka yang terhormat juga tidak lebih baik dengan yang berpendidikan biasa-biasa saja atau tidak berpendidikan sama sekali. Terkadang kita temui mereka yang tidak pernah mengecap pendidikan formal tinggi lebih arif dari mereka yang berpendidikan tinggi.

Kalau boleh kita gambarkan, sepertinya negeri ini sudah berjalan sendiri-sendiri. Sudah saling tidak peduli lagi. Kelompok yang satu sibuk dengan kelompoknya sendiri. Kelompok lain begitu pula. Bahkan aksi begalpun terjadi di kalangan elit negeri ini. Bahkan para penegak hukum saja terkesan saling jatuh menjatuhkan. Jadi mau siapa disalahkan bila aksi begal  di jalan-jalan semakin canggih dan sadis.

Ketika revolusi mental didengung-dengungkan pada saat kampanye presiden. Ada muncul sebuah harapan bila negeri ini akan lebih dalam hal moralitas. Tetapi sampai saat ini belum jelas aksi-aksi apa saja yang akan merelisasikan janji-janji itu. Apakah akan ada momentum tertentu nanti program akan difokuskan pada revolusi mental? Bila saat ini banyak yang sinis dan pesimistis juga tidak perlu dipersalahkan.

Persoalan hiruk pikuk dunia dalam dunia politik yang sampai saat ini tidak ada berkesudahan memberikan kontribusi yang besar terhadap prilaku bangsa ini. Saling sikat dan sikut antara politikus bukan semakin menurun tetapi semakin menguatkan keyakinan rakyat bahwa mereka yang dipilihkan oleh rakyat hanya memikirkan diri mereka sendiri.

Di saat negeri ini sedang panceklik (harga beras naik) muncul wacana dari mendagri agar partai politik dibiayai negara. Meskipun alasannya agar politikus menghindari korupsi. Pertanyaan adalah apa jaminan dengan dibiayai partai politik oleh negara tidak akan  terjadi korupsi? Sebab kalau dari sononya bermental koruptif tetap akan bermental. Faktanya, koruptor saat ini bukan orang yang tidak punya duit tetapi orang-orang yang kaya raya bahkan semuanya punya rumah mewah.  Menambah beban negara untuk partai politik bukanlah revolusi mental yang dimaksud.

Sebenarnya, para elit politik merekalah yang berada digaris terdepan dan memberi contoh untuk memperbaiki negeri ini. Hidup sederhana dan bersahaja, tidak gaduh dan sebagainya. Bukankah mereka memiliki konstintuen yang cukup banyak?. Termasuk  mereka yang saat ini melakukan aksi-aksi begal di jalan raya.

Sesungguhnya, situasi yang terjadi  bukan tidak dapat diperbaiki. Banyak langkah nyata yang solutif dapat dilakukan. Katakanlah mereka yang saat ini masih melakukan pembegalan ditangkap kemudian diadili dengan hukuman yang setimpal lalu  dibina dengan memberikan keterampilan tertentu. Di sini hukuman betul-betul ditegakkan tidak memandang bulu siapa yang sedang dihadapi.

Kemudian, pemerintah dapat membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga semuanya memiliki pekerjaan yang untuk memenuhi kehidupan yang lebih. Para anak muda diberi harapan dengan berbagai pekerjaan yang tersedia.

Lalu, revolusi mental harus dilakukan dengan langkah-langkah yang nyata. Mulai dari para elit memberi contoh yang baik.  Tidak memperlihatkan aksi jegal menjegal.

Dunia pendidikan perlu ditata sedemikian rupa. Menteri pendidikan Pak Baswedan, tidak hanya melakukan retorika-retorika atau hanya pintar bicara saja.  Aksi-aksi  nyata perlu dilakukan. Sebab dunia pendidikan saat ini masih terasa seperti masa-masa lalu, begitu-begitu saja. Kecuali  anjuran tidak boleh baca doa ketika siswa memulai belajar….

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline